Karakter pintu menjadi tema novel dari karya terbaru Triskaidekaman. Melalui Dua Muka Daun Pintu, novelis lulusan kedokteran itu menceritakan alasan di baliknya.
Sepanjang kariernya sebagai penulis, Triskaidekaman memang tertarik untuk menggarap tema-tema yang tidak lumrah dan tak biasa.
"Saya tertarik menguji coba unsur-unsur yang jarang digarap penulis fiksi pada umumnya ke dalam bentuk-bentuk tulisan fiksi," tutur Triskaidekaman kepada detikcom.
Menurut perempuan yang gemar menonton balap mobil Formula 1 itu, sebagian besar orang senang membuat bagian antara karya fiksi dan nonfiksi, berbeda dengan Triskaidekaman.
Baca juga: Di Balik 'Dua Muka Daun Pintu' |
"Saya justru iseng mencoba meleburkan batas keduanya, lewat pendekatan-pendekatan tertentu," sambungnya.
Misalnya saja novel perdana Triskaidekaman yang memenangkan penghargaan menulis novel dari UNNES, buku Panduan Matematika Terapan sering dilabeli sebagai jargon 'bukan buku pelajaran'.
Maka novel berikutnya Cara Berbahagia Tanpa Kepala bisa disebut sebagai 'bukan buku motivasi'. Serta novel Cadl: Sebuah Novel Tanpa Huruf E disebut 'bukan buku budidaya pisang'.
"Novel Dua Muka Daun Pintu mungkin bisa disebut sebagai 'bukan buku pertukangan," katanya.
Karakter Si Pintu dalam buku dikisahkan terjebak dalam dilema. Pintu ingin membuka dan membebaskan Garda. Tapi juga ingin menutup agar tetap dianggap sebagai pintu yang layak dipakai.
Triskaidekaman menuturkan sebagai manusia, kita sering berada dalam posisi si pintu.
"Kita ingin mengambil suatu keputusan dengan cepat tapi ada banyak hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan. Pada akhirnya kita selalu harus memutuskan dan harus berpihak, mengambil satu pilihan dan meninggalkan pilihan-pilihan yang lain. Tapi begitulah hidup dan akan terus seperti itu," pungkas novelis yang memfavoritkan penulis Malcolm Gladwell, Sidney Sheldon, Siddhartha Mukherjee, dan Caitlin Doughty.
Simak Video "Kevin Sanjaya dan Valencia Tanoesoedibjo Resmi Menikah di Paris"
[Gambas:Video 20detik]
(tia/wes)
