Sebelum memamerkan karya seni instalasi bambu yang dipajang di depan SSAS, Sunaryo pernah membuat karya dengan material serupa di tahun 1990-an.
"Sudah lama yah pernah pakai material bambu di kanvas, yang paling awal 1990-an, karamba gitu. Setelah itu lebih sering lagi pakai bambu," ujar kurator pameran Agung Hujatnikajennong saat berbincang di SSAS, Bandung, akhir pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Menurut penuturan Agung, material bambu kerap digunakan lantaran bergesekan dengan periode khusus.
"Kalau dikaitkan dengan dosen ITB atau Mazhab Bandung, guru-gurunya jarang mengeksplorasi material alam tersebut. Pak Naryo lebih tertarik dengan sesuatu yang membumi dengan budaya lokal," tutur Agung.
Tak hanya bambu, salah satu masterpiece Sunaryo adalah WOT Batu. Media batu menjadi salah satu favorit Sunaryo dihadirkan lewat taman-taman yang tak biasa. Di ruang terbuka seluas 2000 meter persegi ada 11 instalasi bebatuan Sunaryo yang diletakkan harmoni dengan alam.
![]() |
"Saya ingin bukan ilmuwan, semua itu selalu berputar seperti pameran di WOT Batu yang berjudul 'Circle'. Pameran 'Circle' seperti melawan jarum jam, kosmik, molekul terbagi dua, dan terus memutar gitu," tutur Sunaryo dalam sebuah wawancara.
Dengan menggunakan material-material alam sebagai medium favorit, perupa yang pernah menerima lifetime achievement dari Art Stage Jakarta ingin menjadi keharmonisan.
"Manusia dan alam berjalan beriringan, sepertipun ujung dari semua agama yang menjaga harmoni," pungkasnya.
(tia/tia)