Setelah Gulingkan CEO, Yayasan Grammy Angkat Bicara

Drama Jelang Grammy

Setelah Gulingkan CEO, Yayasan Grammy Angkat Bicara

Dyah Paramita Saraswati - detikHot
Rabu, 22 Jan 2020 12:47 WIB
Halaman ke 1 dari 2
1.

Setelah Gulingkan CEO, Yayasan Grammy Angkat Bicara

Setelah Gulingkan CEO, Yayasan Grammy Angkat Bicara
Foto: Deborah Dugan
Jakarta -

Menjelang perhelatan malam penganugerahan Grammy Awards ke-62, CEO The Recording Academy, Deborah Dugan, justru diberhentikan dari jabatannya. Ia tidak tinggal diam.

Dia melayangkan protes atas perlakukan yang dirasanya tidak adil tersebut pada Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) Amerika Serikat.

Dalam laporan protesnya, Dugan mengatakan selama memimpin The Recording Academy, dirinya mendapat perlakukan diskriminatif dan seksis. Ia juga menyaksikan dan turut menjadi korban pelecehan seksual.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi hal itu, The Recording Academy membantah mengenai skandal yang dibeberkan Debora Dugan.




Menurutnya, Deborah dicutikan dari Recording Academy bukan karena adanya lobi-lobi di bawah tangan dari para petinggi laki-laki, namun lebih karena ia melakukan kesalahan formal.

Dikutip dari NBC News, keluhan mengenai kepemimpinan Deborah Dugan dilayangkan oleh asisten Neil Portnow yang menganggap gaya manajemen Dugan mengintimidasi.

The Recording Academy lalu mengeluarkan pernyataan, "Sangat aneh Dugan tidak pernah mengajukan tuduhan serius (pada kami) sampai seminggu setelah klaim diajukan padanya secara pribadi oleh karyawan yang mengatakan bahwa Dugan telah menciptakan lingkungan kerja yang beracun, kasar, dan intimidatif."

"Dugan dicutikan secara administratif karena menawar mundur dan menuntut US$ 22 juta dari Recording Academy yang merupakan organisasi nirlaba," tulis keterangan itu menambahkan.

Bila pada laporan protesnya Dugan mengatakan dirinya pernah menyurati kepala SDM (HRD) mengenai perlakuan seksisme, diskriminatif, dan lobi-lobi licik bawah tangan pada Desember 2019, The Recording Academy justru mengatakan bahwa Dugan meminta departemen SDM tidak ikut campur dalam urusannya.


Menanggapi pernyataan pihak The Recording Academy, kuasa hukum Dugan pun membantah hal itu. Menurutnya, tuduhan yang dilayangkan pada Dugan tidak benar.

"Dugan berulang kali mengajukan kekhawatirannya sepanjang masa jabatannya di yayasan (kepada bagian SDM) dan ia bahkan memberikan fokusnya pada persoalan keberagaman dan inklusivitas di rapat dewan," ungkap kuasa hukum Dugan.

Sedangkan klaim yang mengatakan Dugan disebut menuntut US$ 22 juta juga dianggap sama sekali tidak bernar.

Dikutip dalam wawancara dengan New York Times yang berlangsung sebelum Dugan melayangkan laporan protesnya, dua anggota emeritus The Recording Academy, Mason dan Christine Albert mengungkapkan pendapatnya mengenai Deborah Dugan.


Menurut keduanya, ada intensi dari Dugan untuk membuat perubahan di tubuh The Recording Academy. Akan tetapi Dugan bergerak terlalu cepat dan tidak mencoba mengerti bagaimana cara kerja dan berjalannya organisasi itu yang telah langgeng selama ini.

Dugan juga dianggap enggan mendengarkan masukan dari karyawan lainnya. "Apa yang kami inginkan adalah perubahan tanpa adanya konflik," kata Albert.

Meski bersilat lidah, namun pihak Recording Academy mengatakan pihaknya akan mengutus tim independen untuk menyelidiki semua kasus yang dituduhkan oleh Dugan.

Dalam laporannya, Dugan menuduhkan adanya 'boys club' yang bekerja sama untuk memperkaya diri sendiri, merugikan perempuan dan memanipulasi pemungutan suara untuk pemenang Grammy.

Ia juga menyebut adanya tindakan pelecehan seksual yang dialami olehnya yang dilakukan oleh penasihat dan mantan anggota dewan yayasan, Joel Katz, dan pemerkosaan terhadap artis perempuan yang dilakukan oleh mantan CEO Grammy, Neil Portnow.

Hide Ads