Arthur Fleck, sosok Joker yang diperankan Joaquin Phoenix tak sama dengan karakter Joker yang sudah dikenalkan lebih dulu kepada publik film sebelumnya.
Arthur membuat sebuah dialektika kehidupan yang rumit. Sebuah keadaan di mana, kehidupan sama sekali tidak mungkin berjalan karena budaya masyarakat rusak di Gotham.
Matanya pekat dengan rasa sakit karena kesedihan melihat dunia yang mundur begitu jauhnya. Teriakan putus asa terus menghantui Arthur, sayangnya tak ada yang mendengar. Itulah awal mula Arthur menjadi Joker, sosok villain terbesar di DC Universe.
Baca juga: Ada atau Tiada 'Joker' Kejahatan Selalu Ada |
Joker yang diangkat Todd Phillips ini punya rasa berbeda. Ia menempatkan cerita ini pada kehidupan sosial politik yang benar-benar nyata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
'Joker' dengan Trilogi 'The Dark Knight'
Foto: Joker
|
Christopher Nolan mengangkat Joker sebagai budaya yang mencerminkan kejahatan. Joker kala itu mengungkap tabir pada level terdalam.
Dalam 'The Dark Knight', dikisahkan adanya pembusukan institusional dan Joker adalah manifestasinya. Pembusukan Joker di film itu justru membuat efeknya begitu besar.
Lihat saja ketika sang sutradara Christopher Nolan membawa kita ke adegan rumah sakit di mana Joker mengenakan pakaian perawat dengan wig, bukti Joker merupakan penjahat tanpa tendensi. Terlebih ketika Joker merampok bank dan membunuh semua orang yang membantunya. Ia juga membunuh komisaris polisi dan hakim dengan pengadilan suka-sukanya.