Program utama akan dimulai pada Kamis (24/10/2019), yaitu 'The Price of Democracy' yang akan menelisik harga yang harus dibayar demi demokasi, 'Asia Pasific Futures on the Page, Stage, and Screen' mengenai masa depan sastra Asia Pasifik, serta 'Karma and Kindness' mengenai hubungan antara karma dan kebaikan.
Diskusi dari Indonesia Emerging Writers 2019 juga bakal kembali dihadirkan. Pengunjung festival dapat bergabung dalam sesi 'Rise of the Tiger' yang membicarakan tentang hal-hal yang diperlukan Indonesia untuk menjadi 'harimau Asia' berikutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
'Life After #MeToo' yang membahas kehidupan setelah gerakan #MeToo yang mendunia. Kemudian ada 'Precious Peatlands' yang mempelajari upaya konservasi, perlindungan, dan restorasi lahan gambut, serta bagaimana sastra berperan dalam menghubungkan manusia dengan alam.
Ada juga 'Made Taro: A Lifetime of Storytelling' yang menghadirkan pendongeng legendaris Bali Made Taro untuk menceritakan kisahnya dalam merayakan cerita rakyat dan dongeng lisan selama hampir empat dekade.
UWRF juga menggelar lokakarya seperti 'Mengabadikan Kisah Kelana' bersama Famega Syavira Putri, 'Writing and Performing Stand Up Comedy' bersama James Roque, hingga 'Investigative Writing' bersama Pailin Wedel dan Patrick Winn.
Pengunjung UWRF juga bisa menikmati pameran seni 'Gundala: A 50 Year Journey' yang akan memamerkan karya seni Gundala dari Hasmi dan banyak seniman muda yang sekarang meneruskan warisannya. Tidak terlewat, pameran seni 'Maladjusment' yang menyatukan karya-karya utama dari seniman wanita Arahmaiani, I GAK Murniasih, dan Mary Lou Pavlovic.
(tia/doc)