Di edisi ketiga yang mengusung tema 'Speed/Laju', karya seni Wildan dinilai mengungguli karya-karya lainnya. "Secara khusus, kami menyoroti penggunaan media baru dalam karya para finalis. Penggunaan media baru menunjukkan keluasan wawasan dalam mengikuti perkembangan global di praktik seni rupa masa kini," kata salah satu tim dewan juri, Heri Pemad, saat pembacaan pengumuman akhir pekan lalu.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juara kedua dimenangkan oleh Andrita Yuniza lewat karya 'Mooi Indie 21st Century'. Instalasi media baru yang 'menangkap' air dari sungai Citarum dan Citarik di kawasan Bandung ini menarik perhatian tim dewan juri.
24 Besar Kompetisi Karya Trimatra Salihara 2019 Dipajang
Foto: Witjak Widhi Cahya/ Komunitas Salihara
|
"Kami bertengkar yang hangat. Saking hangatnya jadi sengit. Penjurian Karya Trimatra Salihara melalui penilaian proposal anonim. Di tahap kedua, dewan juri menilai membaca buta tanpa melihat nama. Cara ini kami anggap penting dengan menghilangkan favoritisme," tutur Heri Pemad.
Sejak pendaftaran dibuka pada Desember 2018, Komunitas Salihara menerima 202 konsep karya seni dari seniman di berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan 202 konsep dwimatra yang masuk (187 konsep di antaranya lolos seleksi administrasi), tim dewan juri memilih 37 peserta untuk mengirimkan karya trimatra.
Setelah itu, tim juri menyaring 24 besar untuk dipamerkan hingga 28 September 2019. Pencapaian artistik ke-24 seniman menurut tim juri dinilai dari medium yang dipilih, gagasan sesuai tema, sampai bentuk pencapaian artistik.
Sebelumnya Kompetisi Karya Trimatra Salihara dimenangkan oleh Faisal Habibie (2013) dan Suryo Herlambang (2016). Nantinya para pemenang terpilih tahun ini bakal mendapat hadiah berupa menjadi seniman mukiman atau artist in recidency di Eropa dan Asia.
Halaman 2 dari 2