"Saya sebagai pelaku seni khususnya Lengger yang selalu membawa tubuh saya, tubuh Lengger ini untuk berjalan dari satu tempat ketempat lain untuk memperkenalkan Lengger dan akhirnya dengan mendengar diakuinya Lengger sebagai warisan buadaya tak benda saya sangat senang sekali," kata Rianto usai mementaskan tari Lengger bersama Lengger Agnes dalam acara Kendalisada Art Festival di Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas Sabtu (7/9) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harapan saya kepada pemerintah agar ada sebuah haritage untuk menjadikan Lengger ini sebagai bahan ajar dan juga bahan pengetahuan bagi masyarakat dan generasi muda di Banyumas," ujarnya.
Bahkan Rianto menuturkan jika ingin sekali mulai membuat museum dan menjadikan Lengger ini sebagai tempat atau wadah untuk ngangsu kawuruh. Karena peninggalan dari para maestro Lengger sangat berharga dan perlu dipelajari kedepannya.
"Sudah beberapa tahun (belakangan) saya mencoba untuk diwujudkan museum Lengger atau rumah Lengger yang mana nanti disitu ada beberapa peninggalan peninggalan dari beberapa maestro maestro tari Lengger di Banyumas," ucap Rianto.
![]() |
"Masih banyak generasi muda yang perlu informasi bagaimana kearifan lokal, bagaimana budaya dari tanah kita sendiri. Itu tradisi tradisi yang perlu kita ketahui, yang perlu kita pelajari kembali dan disitu banyak sekali pelajaran tentang kehidupan, tentang tubuh, tentang kemasyarakatan, tentang spiritual dan sebagainya. Jadi dengan saya bisa mendatangkan teman teman dari luar Banyumas dan dari luar negeri bisa memotivasi warga masyarakat di Banyumas," ujarnya.
Rianto, selain terus memperkenalkan tarian Lengger ke berbagai negara, lulusan S1 ISI Solo yang saat ini berdomisili di Jepang dan mendirikan Dewandaru Dance Company ini juga mengaku tengah meneliti tentang Hijrah, dimana perspektif maskulin dan feminim dalam perjalanan spiritual tubuhnya yang mengangkat tentang gender.
"Saya sedang riset langsung ketempat di Makassar, ada tempat kesenian bisu lalu disini karena saya sebagai pelaku penari Lengger, tubuh maskulin dan feminim dalam satu tubuh, lalu di Pakistan ada hijrah juga. Jadi saya konsen untuk menggabungkan atau menghubungkan antara tubuh saya, tubuh Lengger kepada tubuh tubuh spiritual yang lain seperti bisu, warok di Jawa timur. Jadi perjalanan tubuh seperti itu yang sedang saya teliti. Karena di Indonesia sangat kaya sekali dengan kebudayaan dan kesenian gender," ujarnya.
Belakangan diketahui jika penelitian tersebut merupakan penelitian untuk membuat film 'Kucumbu Tubuh Indahku' karya Garin Nugroho yang telah ditayangkan di bioskop beberapa bulan lalu. Film tersebut mengangkat Rianto dalam perspektif maskulin dan feminin dalam kebudayaan tari Lengger.
(dar/dar)