"Kami sangat berharap segenap lapisan masyarakat mematuhi hukum yang berlaku dan menghargai buku sebagai produk intelektual," ujar Ketua Komite Buku Nasional, Laura Bangun Prinsloo dalam keterangan pers, Selasa (6/8/2019).
Menurut Komite Buku Nasional, ketidaksetujuan atas isi sejumlah buku seharusnya disampaikan dalam dialog lewat logika hukum yang berlaku. Bukan disampaikan lewat tindakan yang sewenang-wenang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia merupakan anggota dari International Publishers Association. "Sebagai anggota International Publishers Association, para penerbit di Indonesia dijamin dan dibela haknya untuk mempublikasikan dan mendistribusikan karya-karya intelektual dan buah dari pemikirannya," ungkapnya.
Peristiwa penyitaan dan razia buku sebelumnya terjadi di Toko Buku Gramedia, Makassar, Sulawesi Selatan pada 3 Agustus. Saat itu sekelompok orang mengatasnamakan Brigade Muslim Indonesia menyita buku-buku Marxisme.
Penyitaan juga dilakukan aparat polisi di Probolinggo kepada pegiat literasi di komunitas Vespa Literasi pada 27 Juli. Buku yang dirazia adalah 'Aidit Dua Wajah Dipa Nusantara' (Penerbit KPG), 'Sukarno, Marxisme, dan Leninisme: Akar Pemikirian Kiri dan Revolusi Indonesia' (Komunitas Bambu), dan 'Menempuh Jalan Rakyat, D.N Aidit' (Yayasan Pembaharuan Jakarta), dan 'Sebuah Biografi Ringkas D.N Aidit' oleh TB 4 Saudara.
Razia juga terjadi di toko buku di Padang Sumatera Barat dengan menyita enam eksemplar dari tiga buku yang disinyalir mengandung paham komunisme. Dua pekan sebelumnya, tepatnya 26 Desember 2018, razia dilakukan Kodim 0809 Kediri yang menyita ratusan buku yang diduga berisi ajaran komunis.
(tia/nu2)