Sutradara 'Sexy Killers', Dandhy Laksono, akhirnya angkat bicara soal filmnya yang menimbulkan kontroversi. Dalam acara 'Diskusi Publik: Menggugat Sexy Killers bersama Dandhy Laksono' di Visinema Campus, Cilandak, Jakarta Selatan, ia blak-blakan soal awal mula pembuatan film tersebut.
"Film ini adalah satu bagian dari Ekspedisi Indonesia Biru tahun 2015. Jadi kalau ditanya berapa lama bikin film ini, ya dicicil 4 tahun," kata Dandhy Laksono
"Ini film terakhir yang kami ambil, yang risetnya lebih complicated, cakupan isunya lebih besar, terus film-film lain lebih butuh diprioritaskan, film ini tetap relevan kapan saja, elemen timelessnya juga agak kuat, menjadi tidak timeless ketika saya mengejar Pilpres," sambungnya lagi.
Keputusan Dandhy Laksono dalam mengambil topik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai tema utama juga berasal dari perjalanan panjang. Batu bara terasa begitu menarik untuk diangkat ketika Dandhy Laksono tiba di Kalimantan dalam perjalanannya keliling Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi bayangin tinggal di ibukota provinsi yang 71 persennya adalah mengkonsesi batu bara. Jadi kalau ada orang kecebur di lubang tambang karena keluar dari pagar rumah itu sudah normal, dalam tanda kutip, di sana. Berati kan tingkat urgency-nya menurut kami tinggi," katanya.
Sebab itu lah yang kemudian membuat Dandhy Laksono tergugah menciptakan film dokumenter bersama teman-temannya di Watchdoc. Sudah dilihat sebanyak lebih dari 21 juta kali di YouTube, film itu seakan membuat masyarakat melek tentang kenyataan pahit di balik bisnis batu bara yang seksi.
Tonton juga: Bongkar Rahasia di Balik Film Viral "Sexy Killers"
(hnh/doc)