Kisah Hari-hari Jeihan Sukmantoro Penuh Haru di Cicadas

Spotlight

Kisah Hari-hari Jeihan Sukmantoro Penuh Haru di Cicadas

Tia Agnes - detikHot
Selasa, 09 Apr 2019 16:00 WIB
Kisah Hari-hari Jeihan Sukmantoro Penuh Haru di Cicadas Foto: Museum MACAN/ Istimewa
Jakarta - Cicadas menjadi tempat tinggal Jeihan Sukmantoro di awal kariernya sebagai pelukis. Hari-hari di Cicadas pula yang membuat pria 81 tahun dikenal sebagai seniman yang melukis 'mata hitam' dalam setiap obyek karyanya.

Awal dekade 1960, Jeihan pindah ke Bandung untuk menempuh pendidikan seni rupa di Institut Teknologi Bandung (ITB). Lima tahun berikutnya, ia tinggal di Cicadas sebuah kawasan timur Bandung yang kala itu terkenal sebagai kota yang padat penduduk dan penuh tindak kriminal ringan.

Masa-masa tinggal di Cicadas diakui Jeihan snagat mengharukan. Pengalaman selama 20 tahun tinggal di Cicadas masih dikenang Jeihan sampai sekarang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu adalah pengalaman saya yang tidak terlupakan. Sangat mengharukan. Saya masih punya anak 1 dan cuma punya beberapa lukisan untuk dibawa berpameran," tutur Jeihan saat ditemui di sela-sela pameran 'Jeihan: Hari-hari di Cicadas' di Museum MACAN Jakarta, belum lama ini.



Di dekade tersebut, untuk cari makan saja susah. Indonesia berada dalam situasi sosial politik yang tak tentu.

Kisah Hari-hari Jeihan Sukmantoro Penuh Haru di Cicadas Kisah Hari-hari Jeihan Sukmantoro Penuh Haru di Cicadas Foto: Museum MACAN/ Istimewa


"Saat itu saya yang punya televisi pertama di kampung. Banyak warga yang berkumpul untuk menonton televisi di rumah saya. Saya mulai dari nol semuanya," kata Jeihan bersemangat menceritakan hari-harinya saat tinggal di Cicadas.

Pria yang identik mengenakan peci hitam dan berpakaian serba kasual itu menyambut ramah segala pertanyaan yang diajukan. Meski artikulasi cara berbicaranya kerap tak jelas, namun dengan bersemangat Jeihan menceritakan kondisi hidupnya kala itu serta karya-karyanya.



Kisah hidup Jeihan banyak direkam segala media massa nasional maupun internasional. Ia terkenal sebagai pelukis 'mata hitam'.

Kisah Hari-hari Jeihan Sukmantoro Penuh Haru di Cicadas Kisah Hari-hari Jeihan Sukmantoro Penuh Haru di Cicadas Foto: Museum MACAN/ Istimewa


Sapuan warna hitam yang menutupi mata dalam lukisan menggambarkan keprihatinan sang seniman terhadap masa depan bangsa yang tak menentu. "Saya selalu berpikiran positif, karena pikiran di samping energi adalah partikel. Dia bisa berwujud dan menguap," katanya.

Lukisan-lukisan Jeihan kala itu harganya bisa melambung tinggi mengalahkan Affandi dan maestro-maestro lainnya. Terkadang dia pun herap mengapa lukisannya kerap dicari kolektor internasional.

"Padahal modal saya hanya dahi plus lutut. Modal saya cuma dahi dan lutut. Itu yang menjadi uang dan menghidupi keluarga saya sampai saat ini," pungkasnya.

Perjalanan Jeihan dapat dilihat dalam 30 lukisan yang dipajang di Museum MACAN Jakarta hingga 26 Mei 2019. Simak artikel berikutnya tentang Jeihan Sukmantoro di detikHOT!


(tia/nkn)

Hide Ads