Kata 'serigraphy' atau yang memiliki arti 'sablon' adalah salah satu teknik yang dipakai Melissa untuk berkarya. Dia memulainya di tahun 2010 di saat metodologi seni tersebut kurang diminati di Jakarta.
"Perjalanan dengan 'serigraphy' ini sudah lebih dari 10 tahun, yang kalau bisa dipahami ini lebih dari lembaran tekstil. Ini mengupas seutuhnya stigma di ruang kreatif," ujar Melissa Sunjaya saat jumpa pers di Artotel Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (8/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Dari saya sendiri ada banyak revitalisasi dari karya-karya 'Serigraphy' ini yang bisa diupdate. Jalan revitalisasi masih panjang dan belum tuntas, yang sebenarnya di negara ini ada banyak potensi yang masih bisa dikupas," terangnya.
Di pameran kali ini dia menyuguhkan berbagai pola yang identik dengan floral pattern penuh warna. Ilustrasi yang dibuatnya memiliki cerita di baliknya dan diaplikasikan lewat teknik sablon berskala besar.
Demi menjaga keramahan lingkungan, Melissa juga menggunakan pewarna yang ekologi. "Saat saya melakukan pencarian sebagian besar distributor sablon menyarankan tinta plastisol berbasis PVC karena warnanya sangat cerah. Saya mencobanya dan 3 hari kemudian hidung saya berdarah karena ternyata plastisol itu mencemari lingkungan," kenang seniman yang juga punya latar visual essayist.
![]() |
"Yang mau saya bagikan supaya pelaku seni melihat sebenarnya ada martabat dari teknik sablon yang bisa diolah. Caranya dengan menilai tinggi potensi yang ada di bangsa Indonesia dan PR saya masih panjang," pungkasnya.
Pameran 'Serigraphy' berlangsung pada 8 Februari hingga 25 Marer 2019 di Artspace di lantai Mezanine Artotel Thamrin, Jakarta Pusat. (tia/dar)