Cerita yang terinspirasi dari pewayangan terkadang membuat penonton merasa rumit mencerna. Namun bagi Teater Koma yang kerap menghadirkan kisah pewayangan, di produksi ke-154 kali ini kelompok teater tertua di Indonesia itu tak ingin ketinggalan zaman.
Mereka ingin menggaet generasi muda khususnya milenial untuk tertarik menonton pementasan yang bakal dibuka pada 16 November 2018. Unsur multimedia dan animasi sebanyak 100 persen dihadirkan di atas panggung dan masuk ke dalam adegan para pemain.
"Yang sekarang ini kan, kita harus cepat menangkap zaman, khususnya milenial. Mudah-mudahan bisa diterima karena mungkin saja di pertunjukan berikutnya kita mau lebih sederhana lagi atau lebih wow lagi," ujar sutradara Nano Riantiarno saat diwawancarai usai media preview di Graha Bhakti Budaya (GBB), kompleks TIM, Kamis (15/12).
Pertunjukan 'Mahabarata: Asmara Raja Dewa' berdurasi 4,5 jam lamanya. Lakonnya mengisahkan tentang Batara Guru, Rajadewa yang menjaga kedamaian Tiga Dunia yang selalu diusik oleh penghuni Gelap. Mereka selalu berhasrat merebut kekuasaan Tiga Dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pikir itu harapannya. Imajinasinya akan terpacu, belum lagi untuk lakon berikutnya yang akan kami pentaskan 'Galaksi'," katanya.
Berusia 41 tahun, Teater Koma baru menggabungkan multimedia dengan animasi di pertunjukan 'Gemintang' yang dipentaskan akhir Juni lalu. 'Mahabarata' kali kedua bagi Teater Koma menghadirkan 3 proyektor dengan rentang 12.500 hingga 25.000 lumens sehingga membuat pentasnya lebih berwarna.
Produksi ke -154 bakal dipentaskan di Graha Bhakti Budaya, kompleks TIM, pads 16-25 November 2018.