Lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar menceritakan mengenai asal mula menggunakan rerajahan Bali sebagai konsep berkarya yang mempengaruhinya. Di sela-sela Ubud Writers and Readers Festival (UWRF), pria yang akrab disapa Kuncir itu mengungkapkannya kepada detikHOT.
"Sebenarnya orangtua saya sendiri yang menyarankan mengapa tidak berkarya dari hal-hal yang dekat dengan lingkungan keluarga. Daripada mikir yang jauh-jauh kita gali yang lebih dekat ya," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Dari situ, Kuncir terinspirasi memakai konsep Rerajahan Bali di proses berkaryanya. Rerajahan Bali yang menjadi warisan budaya dianggap sebagai pembangkit kekuatan magis sesuai kepercayaan masyarakat Bali.
Menurut Kuncir, rerajahan Bali ini bisa dipakai saat keluarga sedang membangun rumah, yang gambarnya dipajang di bagian atas rumah. Atau juga bisa dianggap sebagai penolak bala atau hal-hal negatif.
"Selain melestarikan budaya, tapi saya juga mengenalkan budaya kita tuh, yang tidak kaku. Tapi ya aku tambahin atau campurkan dengan unsur-unsur kekinian," lanjutnya.
Ia tidak mengadopsi gambar yang ada di rerajahan, tapi lanjut Kuncir, nilai-nilai sakral tersebut yang diadopsi oleh pria yang kini tinggal di Tabanan tersebut.
"Nilai sakral itu tuh yang zaman sekarang tidak bisa diciptakan. Jadi ya pendekatannya memang rerajahan tapi saya cross-kan dengan hal kontemporer. Ada beberapa pola yang diadopsi Kuncir tapi ada juga bentuk garis yang sederhana.
"Karya-karya aku tuh sudah dimodifikasi, semacam taste-nya masih Bali tapi kalau ditelisik lagi, nggak Bali banget," tukas Kuncir.
Seperti apa inspirasinya berkarya hingga diajak tur keliling 6 negara Eropa bareng Navicula? Simak artikel berikutnya.
(tia/nu2)