"Nggak ada firasat, orang mau pulang kok. Bapak juga kaget tiba-tiba langsung drop. Kalau saya kan lagi ada di luar negeri, tiba-tiba di sana pengin pulang. Mau niat pulang. Tapi bukan karena ibu. Saya pulang, transit sebentar di Turki, tiba-tiba saya nggak pernah juga ini minta patwal sama driver. Besok saya sampai setengah tujuh minta patwal dong, karena mau ketemu teman di Plaza Senayan. Takut macet," ujar Eko Patrio usai pemakaman di TPU Penggilingan, Jalan Layur, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (31/10).
Baru sampai bandara, sang adik mengabari kalau ibu tengah kritis. Eko segera menemui sang ibu yang sudah di rumah sakit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eko pun tak menyangka ditinggal sang ibu apalagi saat itu ia masih bisa komunikasi.
"Kami semua nggak nyangka kalau ibu meninggalkan kami begitu cepatnya, karena jam setengah 4 sore pun masih bisa ditelepon, ngobrol, bahkan saat itu mau pulang berdua ya pak ya. Jadi berdua ini soulmate-an. Kalau ke mana-mana berdua terus naik kereta ke Nganjuk. Berdua terus seperti itu. Udah beli tiket, mau berangkat jam 3 sore, tiba-tiba nggak jadi berangkat karena katanya nggak enak badan," imbuhnya.
"Akhirnya dianterinlah sama adik saya ke rumah sakit. Sampai sana makin lama makin drop. Di CT Scan segala macam, pas diobservasi kena serangan jantung dan serangan jantungnya di bilik kiri itu yang menyuplai oksigen ke otak. Nah, itu lemah banget. Dipompa dan sebagainya. Tapi karena penyumbatannya banyak jadi tidak lebih dari 20 jam akhirnya meninggalkan kami semua," beber Eko.
(fbr/mau)