'Heretics': Repetisi yang Indah dari Belgia

'Heretics': Repetisi yang Indah dari Belgia

Tia Agnes - detikHot
Jumat, 07 Sep 2018 19:03 WIB
'Heretics': Repetisi yang Indah dari Belgia Foto: Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya
Jakarta - Satu jam lamanya penonton Salihara International Performing-arts Festival (SIPFest) terkesima dengan penampilan 'Heretics'. Standing appalause tak henti di akhir pertunjukan kian menunjukkan aksi yang dibawakan para penampil di festival dua tahunan ini sama sekali tak boleh diremehkan.

Lewat koreografi yang diciptakan oleh koreografer Ayelen Parolin asal Belgia, penonton yang datang ke Komunitas Salihara seakan terbius. 'Heretics' yang dipentaskan berdasarkan repetisi gerakan tangan secara matematis yang teratur.

Pertunjukan dimulai dari kehadiran dua penari pria ke atas panggung. Dimulai dengan dentingan piano satu not, dibalas satu gerakan oleh dua penari tersebut. Sang komposer Lea Petra memainkan lagi satu not dan dibalas dengan gerakan lainnya, begitu seterusnya selama beberapa kali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Musik yang dimainkan oleh Lea Petra berlanjut ke dentingan not berikutnya sampai membentuk ritme sebuah lagu. Gerakan pun kian cepat.

Tak hanya tangan dan kaki saja yang dimainkan oleh dua penari, bahkan helaan nafas penari seakan diatur beriringan. Gerakan mereka menciptakan motif segitiga yang terdiri atas banyak variasi melalui gerak lekuk kedua tangan.

'Heretics': Repetisi yang Indah dari Belgia'Heretics': Repetisi yang Indah dari Belgia Foto: Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya


Koreografer yang lahir di Buenos Aires ini membuat tarian 'Heretics' seperti ritual kontemporer. Repetisi yang dilakukan selama satu jam sama sekali tidak membuat bosan penonton dan membangkitkan keindahan tersendiri.



Dalam catatan sang koreografer, Ayelen Parolin menyebutkan 'Heretics' bermula dari gagasan hubungan perdukunan, tragedi Yunani, dan manusia modern. Gambaran tersebut yang dimodifikasi menjadi sebuah tarian abstrak.

"Ketika saya kecil, salah satu mimpi saya adalah menghabiskan kehidupan saya untuk belajar nilai-nilai lokal dan belajar di lingkungan yang berbeda," tulisnya.

Pertunjukan 'Heretics' di ajang SIPFest 2018Pertunjukan 'Heretics' di ajang SIPFest 2018 Foto: Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya


Dia pun menambahkan, "Koreografi saya membuat saya harus menghadapi budaya-budaya oposisi biner, yang mendekati pada impian masa kecil saya."

Nama Ayelen Parolin di dunia tari internasional bukan isapan jempol belaka. Dia telah menampilkan karya-karyanya menjelajah ke Prancis, Luxembourg, Jerman, Austria, Estonia, Norwegia, Finlandia, Swiss, Serbia, Belanda, Italia, sampai ke Korea Selatan.

Usai penampilan 'Heretics' karya koreografer Ayelen Parolin, SIPFest 2018 segera usai akhir pekan ini. Satu penampil lagi dari Prancis Compagnie X-Press akan membawakan pertunjukan 'Parallèles' pada Sabtu (8/9) di Teater Salihara.


(tia/tia)

Hide Ads