"Abang suka menulis, diajak ngobrol tahu-tahunya cerita saya dimasukkan jadi karya. Itu bukunya 'Kereta Pagi Jam 5' ada di dalam lemari," tunjuk Sri sembari memperlihatkan kepada detikHOT isi lemari yang terdiri dari buku-buku dan sejumlah penghargaan di rumah duka kawasan Tanah Baru, Depok, Minggu (25/8/2018).
"Cuma yah ceritanya dipleset-plesetin sama Abang. Maklum cerita cinta pas saya umur 19 atau 20 tahun," kata Sri tersenyum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hamsad pun baru pindah ke rumah tersebut 5 tahun lalu saat kasus sengketa lahan dengan Pemkot Depok menyeruak. Rumah terbuka di Jalan Swadaya VIII, kawasan Tanah Baru itu juga menjadi rumah bagi keluarga besarnya. Salah satu ruangan di rumah petak itu pun dibuat seperti ruang ICU yang ada di rumah sakit.
"Ini keluarga contoh seperti ruangan ICU di rumah sakit. Suasananya juga mirip seperti itu tapi dibuat nyaman ada televisinya juga. Pas kemarin nonton Asian Games Bapak juga nonton di sini, suka banget bola," tutur sang istri Nur Windasari.
![]() |
Sebelum jatuh sakit, perjalanan karier Hamsad Rangkuti terbilang cemerlang. Sejumlah penghargaan didapatkannya. Di tahun 1981, Hadiah Harapan Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (1981) lewat novel 'Ketika Lampu Berwarna Merah' berhasil disabetnya.
Pemerintah DKI di tahun 2000 pernah memberikan penghargaan sastra, Kompas pun tak luput memberikan penghargaan khusus atas kesetiaan dalam penulisan cerpen di tahun 2001. Di tahun yang sama, giliran Pusat Bahasa yang memberikan penghargaan.
Gara-gara 'Bibir dalam Pispot', Hamsad diganjar Khatulistiwa Literary Award yang menjadi apresiasi sastra bergengsi sampai sekarang. Di tahun 2008, Pemerintah Thailand secara khusus memberikan SEA Write Award dan memberikan hadiah sejumlah uang.
"Saya tidak pernah meminta Bapak uang kecuali saat Hari Raya. Saat saya bilang untuk beli ketupat dan opor ayam, Bapak langsung menulis cerpen dan mengirimkan ke Kompas dan sejumlah media massa. Angkot yang sudah punya dua anak lain juga didapatkan Bapak dari ongkos menang penghargaan," tutur Nur.
Pria yang wafat di usia 75 tahun dikenal lewat cerpen 'Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu'. Sejumlah cerita pendek Hamsad telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, seperti 'Sampah Bulan Desember' yang diterjemahkan ke bahasa Inggris dan 'Sukri Membawa Pisau Belati' yang diterjemahkan ke bahasa Jerman. 'Umur Panjang Untuk Tuan Joyokoroyo' dan 'Senyum Seorang Jenderal pada 17 Agustus' dimuat dalam Beyond the Horizon, Short Stories from Contemporary Indonesia yang diterbitkan oleh Monash Asia Institute.
Meski sengketa lahan dengan Pemkot Depok tak kunjung selesai dan belum ada penyelesaian hingga kini, karya-karya Hamsad Rangkuti akan dikenal oleh pecinta sastra. Hamsad adalah salah satu contoh cerpenis yang sukses melambungkan namanya lewat karya pendek. Selamat jalan Hamsad Rangkuti.
Tonton video Kepergian Hamsad Rangkuti dan Kasus Sengketa Lahan Pemkot Depok:
(tia/dal)