Film 'Sultan Agung' merupakan film biopik terbaru karya Hanung Bramantyo. Hanung menceritakan momen-momen beban saat penggarapan film yang mengangkat cerita Sultan Agung di zaman kerajaan Mataram.
"Beban sekali karena itu saya katakan bahwa tidak bisa belajar sejarah dari film. Karena film itu saya cuma dua ada antagonis dan protagonis. Film itu nggak boleh objektif film itu harus subjektif itu syaratnya," ujar Hanung Bramantyo saat ditemui di gala premiere 'Sultan Agung' di XXI Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan belum lama ini.
Dengan nada bicara khas anak Yogyakarta, lebih lanjut Hanung menceritakan dibalik pembuatan sebuah film biopik.
"Kalau objektif itu adalah pemberitaan harus ada coverboth side. Film nggak boleh ada coverboth side, film itu harus ada jagoan ada musuh itu syaratnya film," tambahnya seru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Film yang dibintangi Ario Bayu, Adinia Wirasti, Anindya Putri, Putri Marino dan Marthino Lio bakal tayang 23 Agustus ini. Dan Hanung berpendapat bahwa film tidak bisa dijadikan sebagai rujukan sejarah lantaran adanya penambahan unsur fiktif dalam ceritanya.
"Jadi untuk membuat sebuah film saya katakan tidak bisa dijadikan rujukan sejarah. Kalau mau bejalar sejarah di perpustakaan. Film fungsinya mengembalikan kembali ingatan ke anak-anak muda 'ooo ada toh yang namanya Sultan Agung, Soekarno', Biar kemudian bisokop itu sebagai tempat dan triger orang-orang belajar sejarah lebih dalam lagi itu point-nya," pungkasnya.