Pameran dua tahunan yang dibuka awal Mei masih berlangsung hingga 17 Mei 2018. Hadir yang keenam kalinya, pameran ini memilih seniman-seniman muda yang berusia di bawah 40 tahun dan sebagian besar kelahiran mulai 1980-an.
Ada 61 seniman dari beragam kota yang turut berpameran. Mereka yang mengikuti eksibisi memiliki narasi, konsep, pemikiran, serta praktik yang beragam. Pemikiran dan praktik tersebut bersifat 'multipolar' yang kemudian diangkat menjadi tema kali ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menempati tiga bangunan di Galeri Nasional Indonesia, aneka karya para seniman patut ditelisik lebih lanjut. Di Gedung B, ada karya seni instalasi Dito Yuwono yang berjudul 'Wakarekaoke'.
![]() |
Instalasi yang pernah dihadirkan di Korea Selatan tahun ini punya ketertarikan terhadap isu sejarah. "Ini persoalan agraria. Berangkat dari sejarah di Jawa Tengah yang membahas bagaimana memori memiliki sejarah di era perkebunan Jepang," tutur kurator pameran A. Sudjud Dartanto, belum lama ini.
Lain lagi dengan Zico Albaiquni dan D.Ahmad yang menelisik terhadap ikon-ikon Indonesia yang direpresentasikan dengan cara berbeda. Di antaranya adalah gambar Ali Sadikin dan Soeharto.
"Dua ikon ini sulit aku ungkapkan. Ada idealisasi masa lalu, yang terekam di masyarakat. Kita tidak bermaksud menjadikannya pada tahap fiksi, tapi kami mengambarkan sekarang ini ada kecendrungan untuk mengidelisasi isu tertentu," kata Zico.
Di ruangan lainnya, ada seri lukisan Radhinal Indra yang mengubah lanskap lukisan-lukisan MOOI Indie menjadi permukaan seperti Mars. "Di lukisan ini ada karyanya Basoeki Abdullah, Dullah, dan lain-lain yang diubah jadi lanskap Mars."
![]() |
Eldwin Pradipta asal Bandung pun menghadirkan sejarah dari penyebutan Bandung sebagai 'Kota Kembang'. Di era kolonial Belanda, padahal kembangnya bukan asli berasal dari Bandung.
"Patrakomala masuk ke logo kota Bandung lebih dari 200 tahun yang lalu. Sebenarnya bukan dari Indonesia, tapi dari Afrika Selatan. Tapi selama ini tidak pernah dijelaskan juga seperti apa sejarah yang sebenarnya," tutur Eldwin.
![]() |
Maharani Mancanegara pun muncul pada seri karya medium arang pada kayu. Lewat karya-karya berjudul 'Babad Hikayat Wanatentrem #2, #3, dan #4', ia menghadirkan simbol sejarah bangsa Indonesia yakni kapal phinisi, nelayan, dan lain-lain.
Tertarik melihat aneka karya seniman muda pasca reformasi? Pameran 'Multipolar' berlangsung hingga 17 Mei 2018.
(tia/tia)