Di sela-sela malam pembukaan Art Jog 11, Mulyana menceritakan semasa sekolah ia kerap diejek.
"Berteman tuh susah. Ketika aku menggambar, jadi mulai diterima. Aku sangat menikmati proses menggambar ini. Jadi tuh seni sebagai penenang aku," ujarnya di Jogja National Museum (JNM), Jalan Prof Ki Amri Yahya, Yogyakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama 10 tahun pula, alumnus Pondok Pesantren Gontor itu merajut. Sepanjang satu dekade, Mulyana mendalami beragam teknik rajutan dan warna dari gulungan wol.
Terkadang aktivitas merajut juga membuat Mulyana bosan dan kelelahan. Jika mencapai titik tersebut ia akan kembali ke dasar yakni menggambar.
"Kadang jenuh juga. Kayak kemarin pas aku diminta buat karya untuk booth galeri Singapura di Hong Kong, di saat terakhir aku terpikir buat terumbu karang warna hitam dan abu-abu. Itu last minute banget, aku mau tunjukkan simbol polusi yang terjadi di kota," jelas Mulyana.
Dari banyaknya karya yang dipajang lewat galeri Art Porters Singapura, sebagian besar ludes terjual. Ia pun tak menyangka karya rajutan ciptaannya disukai masyarakat.
Bagaimana dengan kiprah Mulyana lainnya di ranah seni rupa kontemporer Tanah Air? Simak artikel berikutnya.
(tia/nu2)