Sudjud Dartanto dalam keterangannya menjelaskan pameran ini menjawab kelangkaan karya-karya keramik dari keramikus perempuan di Indonesia yang aktif berkarya selama beberapa tahun belakangan.
"Pemilihan diksi temperatur adalah diksi yang akrab bagi keramikus, tanah liat tidak dapat disebut keramik sampai ia dibakar, dan pada akhirnya yang menentukan adalah temperatur suhu bakaran," kata Sudjud.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam seni keramik, lanjut Sudjud, kecenderungan gaya, teknik, serta orientasi seni menunjukkan tidak adanya dominasi dari kode estetik tertentu. Berbagai kecenderungan itu meneguhkan entitas keramik seni lewat gaya estetik dari setiap seniman.
Corak patung dalam bentuk monomaterial dengan bentuk alam benda sampai figuratif dapat terlihat di karya para seniman ini. Di antaranya adalah Antin Sambodo, Dona Prawita Arisuta, Dwita Anja Asmara, Dyah Retno, Evy Yonathan, Galuh Anindita, Wati Karmojono, Lelyana Kurniawati, Rani Aryani Widjono, dan Silyana Setiadarma.
Corak 'pottery' dari yang menonjolkan tekstur tanah liat, glasir hingga bentuknya yang tidak selalu simetris ada pada karya Lisa Sumardi dan Martha Susanti. Demikian pula dengan kecenderungan membuat obyek-obyek alam benda hingga imajiner dengan media campur pada karya Endang Lestari, Jenny Lee, Tisa Granicia dan Zia Fauziana.
Sementara corak dekoratif yang dikerjakan dengan pendekatan konsepsual tampak pada karya Sekarputri Sidhiawati, dan pendekatan kosmologi Jawa pada karya Noor Sudiyati.
Pameran berlangsung dari 21 April hingga 2 Mei 2018 di Museum Seni Rupa dan Keramik (MSRK) Jalan Pos Kota No.2 Jakarta Barat.
(tia/tia)