Made Wianta yang dikenal kerap mengeksplorasikan beragam hal menceritakan mengenai partisipasinya. Menurut penuturan sang istri Intan Wianta ditemui usai pembukaan 'Run for Manhattan' di Ciptadana Art Space, nama Made Wianta menjadi perwakilan Paviliun Indonesia di Venice Biennale 2003.
"Bapak Wianta selalu merespons isu-isu sosial dan beliau merasa Venesia Biennale bisa ditembusnya. Setelah tahun 1953 Affandi datang ke sana, Heri Dono juga sempat diundang, seniman Indonesia tidak ada lagi yang pajang karya di sana," tutur Intan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Made Wianta pun mencoba mengirimkan proposal kepada tim dewan kurator Venesia Biennale, dilanjutkan ke pemerintah setempay. "Akhirnya tembus dan mengajak seniman Indonesia lainnya."
Ada Arahmaiani, Dadang Christanto, dan Tisna Sanjaya. Karya-karya yang dipersembahkan pun terbilang menarik, yakni merespons peristiwa Bom Bali.
"Pak Wianta memakai sapi dalam agama Hindu yang merupakan kendaraan Siwa dan disucikan. Ibaratnya dipurifikasi dengan darah sapi," tuturnya lagi.
Karya tersebut memukau publik Eropa. Dua tahun berikutnya, Made Wianta berpameran di Mike Weiss Gallery di New York, Amerika. Dia pun mendapatkan penghargaan Anugrah Seni Dharma Kusuma dari Pemerintah Daerah Bali serta gelar Most Admired Man of The Decade dari American Biographical Institute di Amerika Serikat.
Baca juga: Kepulauan Banda dalam Karya Made Wianta |