Eksibisi yang dibuka untuk umum esok hari tersebut memanjang 44 karya di Gedung Plaza Asia, Ciptadana Center, Jakarta. Dikuratori oleh Emmo Italiaander, ide mengenai eksibisi muncul setahun yang lalu.
"Pak Wade Wianta muncul dengan ide Run for Manhattan dengan sarkas. Ya sedikit sarkastik, karena di masa itu dua negara yang berkuasa merebut Pulau Run. Ironisnya Pulau Run sekarang seperti tidak terdengar namanya lagi," kata Emmo saat jumpa pers di Ciptadana Center, kawasan Sudirman, Jakarta, Kamis (23/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Judul 'Run for Manhattan', lanjut Emmo, menjadi permainan kata-kata sekaligus mantra misterius. Seni merupakan sihir yang mampu bekerja dengan garis penghubung yang tak terlihat.
"Ide pertukaran antara Pulau Run dan Manhattan sebenarnya disaksikan sebagai bisnis dan politik. Sekarang Pulau Run dari segi bisnia tidak strategis dan tidak aktif. New York jadi center of power di Amerika," tutur Emmo.
Karya lukisan dan tiga dimensi milik Made Wianta yang dipamerkan melalui Ciptadana Art Program itu ada yang menceritakan tentang New York dan Pulau Run. Putri pertama Made Wianta, Buratwangi, yang menemani sang ayahanda melakukan riset mengatakan sudah tiga kali ke Pulau Banda dan berkali-kali ke New York.
"Saat Hanafi melakukan risetnga ke Pulau Run atau penggarapan film dokumenter Banda, bapak juga ke sana. Ada beberapa lukisan yang terinspirasi dari sana," tambah Buratwangi.
Pameran 'Run for Manhattan' dapat dilihat mulau 24 November hingga 8 Desember di Ciptadana Art Space di Ciptadana Center lantai 5, kawasan Sudirman, Jakarta
(tia/kmb)