"Aku merasa jadi warga Jakarta seutuhnya. Karena menurut aku kalau kamu naik ojek, buru-buru dan nyetop ojek di jalan tanpa aplikasi itu kayaknya kamu bukan warga negara Jakarta seutuhnya. Menurut aku itu. Ya itu serunya, kita itu harus bisa blanding dengan siapa aja. Kita harus bisa adaptasi, Kita nggak bokek, punya standart yang bikin kita kaku. Dan aku senang dengan begitu," ujar Chacha di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (13/10/2017).
Untuk naik transportasi kekinian seperti ojek online, kata Chacha, akan dilakukannya saat sedang kepepet saja. Sebagai contoh, lanjutnya, ketika menyangkut pekerjaan yang dituntut profesional akan waktu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, bagaimana rasanya seorang selebriti seperti Chacha berjibaku dengan kemacetan saat menumpangi ojek? Ia pun agak sedikit takut lantaran polusi Jakarta yang makin mengkhawatirkan.
"Untuk sebentar nggak ada rasa apa-apa. Tapi kalau aku bayangin jadi orang harus naik ojek yang macet, panas, polusi itu harus ada konsidurasinya sama kesehatan. Kenapa? Karena waktu itu aku pernah ngukur tingkat polusi Jakarta, kalau polusi yang dibolehkan oleh WHO itu adalah 25 mikro pratikel. Artinya satu helai rambut dibagi 30 sekecil itu maksimal. Di Jakarta kalau lagi nggak macet angkanya 45, kalau lagi macet angka naik sampai 85. Aku nggak perlu ngomong apa-apa di sini, tahu kan batas ambang normal berapa. Jadi harus satu-satu yang perlu diperbaiki," pungkasnya.
(mau/kmb)











































