.webp)
Kurator Galeri Nasional Indonesia yang menyeleksi karya-karya untuk pameran Citra Smara Dewi mengatakan membaca Indonesia melalui karya seni rupa tidak dapat dipisahkan dari konsep memahami Indonesia sebagai negara kepulauan.
"Kearifan lokal dengan pendekatan geografi dan demografi itu menginspirasi pelukis Indonesia untuk berkarya seperti tema-tema upacara adat, keindahan panorama, religi, hingga aktivitas sosial masyarakat," tutur Citra Smara Dewi dalam keterangan yang diterima, Senin (9/10/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para seniman yang ditampilkan di ekibisi berada dalam periode sesudah kemerdekaan yaitu 1950 hingga 1980-an. Milsanya saja karya AD Pirous, pelukis kaligrafi kontemporer dengan judul 'Kaligrafi Biru #5' (1971) yang memajang spirit religius.
Affandi membuat karya berjudul 'Perahu-Perahu' (1955) yang menampilkan eksotisme Pulau Bali dengan keindahan pantainya. Selain itu di dekade 1950-an hingga 1980 masih ada pelukis ternama lainnya, yaitu Sunaryo, Trisno Sumardjo, Nyoman Arsana, Batara Lubis, I Ketut Tagen, I Wayan Pengsong, Abas Alibasyah, Sentot, Kusandi, Hatta Hambali, Soedibjo, Tatang Ganar dan Mulyadi yang cirinya adalah seni lukis realis, dekoratif, impresionis dan abstrak.
"Pameran ini juga memiliki peran strategis dalam diplomasi budaya. Saya berharap melalui pameran ini dapat menghadirkan ruang sejarah di tengah percaturan seni rupa internasional," kata dia lagi.
Sebelumnya, Galeri Nasional Indonesia pernah mengadakan pameran keliling dan memajang koleksi-koleksinya ke mancanegara. Di antaranya adalah Malaysia, Thailand, Filipina, Myanmar, Vietnam, Aljazair, Amerika Serikat, Australia, Kamboja dan Jerman.
Pameran berlangsung pada 5 Oktober - 12 November 2017 di National Art Gallery, Palace, Sofia. Gelaran ini berlangsung dalam rangka 'Wonders of Indonesia' yang diinisiasi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Sofia, Bulgaria.
(tia/tia)
