Di Gala Balet Indonesia kedua, tarian balet kontemporer yang dikoreografikan tak hanya mengundang penari difabel tapi juga non-difabel Tanah Air maupun internasional. Salah seorang pendiri Ballet ID, Mariska Febriyani mengatakan awalnya dia ragu akan kolaborasi tari yang perdana diadakan di Indonesia.
"Setelah kembali dari Festival Seni Unlimited yang menampilkan karya seni panggung seniman difabel internasional di Inggris, saya mulai berpikir sebaliknya dan tidak lagi ragu," ujarnya usai jumpa pers di Gedung Kesenian Jakarta, pada Sabtu (8/7) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, yang membatasi manusia bukan persoalan fisik. Namun, ketakutan akan sesuatu yang sebenarnya hanya ada di kepalanya.
![]() |
"Dan pikiran ini yang kami tepis di rangkaian Gala Balet Indonesia. Keberagaman bukanlah hal yang ditakuyi tapi dirayakan dengan beragam hal yang postif untuk menari bersama," kata Mariska Febriyani lagi.
Rangkaian Gala Balet Indonesia kedua sudah dimulai dengan audisi, kursus, bengkel tari, dan kolaborasi sejak awal Juni. Salah satunya adalah penciptaan tarian CANdoDANCE yang diusung oleh Candoco Dance Company asal Inggris.
Didukung oleh Bristish Council, penari-penari Indonesia yang terpilih lewat audisi akan didampingi oleh dua penari Candoco Dance Company Tanja Erhart dan Mirjam Gurtner. Ada 14 penari (6 penari difabel bisu-tuli dan 8 penari non-difabel) yang bakal berpartisipasi. Di ajang Gala Balet Indonesia ke-2, juga akan hadir tarian dari penari Australia, Prancis, Korea Selatan, dan Italia.
Gala Balet Indonesia digelar pada 23 September di Teater Jakarta, kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), dengan dua kali pentas. Simak artikel berikutnya! (tia/doc)