Ia segera diperistri seseorang karena kelihaiannya memikat wanita dan dipercaya sebagai ksatria tangguh. "Konon, dewa-dewa memutuskan dia-lah yang perkasa. Tapi aku tak tahu apakah aku wanita yang dicintainya, meski aku menjadi istri ke-sekian," ujar Srikandi memelas di hadapan dua istri Arjuna lainnya, saat dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Kamis (3/3/2016).
Betari Permoni dan Kalika muncul. Aura merah dan suasana panas terasa di sisi berlawanan Srikandi dan dua istri Arjuna. "Aku nggak kuat menahan rindu. Kulakukan semuanya demi Arjuna," desah Betari Permoni atau dikenal si 'Ratu Setan' yang diperankan Cornelia Agatha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ia meminta dikembalikan wajahnya yang rupawan. Tak dinyana, Dewa mengembalikan wajah rupawannya dan menjadi Raja Simpang Buwana Nuranitis Asri dengan gelar Prabu Sanggadonya Lukanurani, tapi sang istri tak mempercayainya. Demi mendapatkan penduduk, Semar yang telah jadi raja memboikot masyarakat Amarta yang mengidam-idamkan kehidupan makmur. Adu sakti menjadi kompetisi terakhir antara Semar, Srikandi dan Arjuna, serta Betari Permoni.
Simak: Jadi 'Ratu Setan', Begini Penampakan Cornelia Agatha di Panggung Teater
Pertunjukan sekitar 3 jam itu mampu membuat decak kagum penonton, riuh rendah tepukan, sampai tawa mengocok perut. Artistik yang menyimbolkan unsur pewayangan, kemegahan, dan kekhasan Teater Koma tetap ditampilkan. Ditambah dengan latar 'Beauty and The Beast' yang 'aneh' muncul dan dua buah pohon kelapa sebagai simbol gerbang di Khayangan. Kostum meriah garapan Rima Ananda Omar pun sangat cantik, khususnya di beberapa karakter seperti Arjuna, Srikandi, maupun Betari Permoni.
Tak seperti biasanya, Teater Koma pun menjadikan penonton sebagai area panggungnya. Punakawan masuk-keluar di beberapa adegan 'Semar Gugat', tokoh Gatot Kaca kali ini digambarkan sebagai karakter kocak yang lebih kontemporer dan terlihat manusiawi.
![]() |
Lakon 'Semar Gugat' yang ditulis oleh Nano Riantiarno 21 tahun yang lalu dan kini tidak ada perubahan sama sekali. Persoalan dan kritik yang dilontarkannya pun masih kekinian.
"Dulu Pak Harto mau jadi Semar, jadi pusatnya pemerintahan selama 32 tahun. Sekarang Semar digambarkan milik semua orang dan bebas dipersepsikan sebagai siapa pun. Saya nggak bilang harus Presiden atau dari orang pemerintahan juga," katanya.
Masalah 'korupsi' pun masih terjadi sampai sekarang ini. "Korupsi ada di mana-mana, pengawai ditangkepin sama KPK, kursi DPR setengahnya kosong melompong. Kalau dulu-dulu nggak sebanyak sekarang dan biasanya cuma jadi reflektif, sekarang melihatnya jadi kenyataan. Sekarang banyak proyek, seperti jalan tol di Papua, MRT, dan mudah-mudahan tiga atau empat tahun lagi kelihatan hasilnya," tambah Nano.
Jika 'Semar' bisa menjadi siapa saja di era sekarang ini. Maka, 'Semar Gugat' mengkritik buat siapa?
Pertunjukan 'Semar Gugat' masih bisa disaksikan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Pasar Baru, Jakarta Pusat, sampai 10 Maret mendatang.
(tia/ron)