'Pintu Belakang | Derau Jawa' dikuratori oleh Agung Hujatnikajennong dan melihat persoalan Jawa sebagai mayoritas serta 'Jawa' sebagai 'bungkusan identitas'. "Apakah masih merupakan faktor penentu dalam politik identitas yang berlangsung di Indonesia," ucapnya, dalam keterangannya, Selasa (1/3/2016).
Baca Juga: Komikus Mice Akan Terbitkan Komik Inspiratif 'Halo Bapak'
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanafi menjelaskan makna jalan belakang yang berdasarkan pengalaman pribadinya. "Pintu depan selalu memunculkan bayangan bapak yang duduk di kursi menatap lurus ke luar pintu. Posisi yang mengandung konstruksi kekuasaan untuk mengawasiku. Kini, pintu belakang tidak berfungsi lagi. Halaman belakang lalu berubah jadi sebuah ideologi yang kosong, kemudian cenderung diisi dengan sampah," kata Hanafi.
Malam ini, 'Pintu Belakang | Derau Jawa' akan dibuka oleh Goenawan Mohamad dan diramaikan oleh Sa'Unine String Project pukul 19.00 WIB. Selama pameran, ada berbagai program lainnya. Di antaranya adalah Lokakarya dan diskusi pembacaan karya bersama Riyadhus Shalihin (Bandung), Stanislaus Yangni (Yogyakarta) dan Agung Hujatnikajennong (fasilitator) di Ruang Serba Guna, Galeri Nasional Indonesia, 2 Maret 2016 pukul 15.00-18.00 WIB.
Serta lokakarya seni lintas media bersama Enrico Halim (Jakarta), Cecil Mariani (Jakarta), dan Yuka D. Narendra (Jakarta), dengan pengantar Agung Hujatnikajennong di Scaffolding- Galeri Nasional Indonesia, 2-7 Maret mendatang. Pameran hasil lokakarya seni lintas media berlangsung pada 8-15 Maret 2016.
Sejak awal 1990 hingga 2015 ini, Hanafi telah menggelar 38 pameran tunggal dan 80 pameran bersama, karya kolaborasi dengan seniman lain, misalnya, Mirah Mini: Hidupmu Keajaibanmu, bersama novelis Nukila Amal, Window, bersama Liem Fei Shen (Singapore) dan Maxine Happner (Kanada), Substation, Singapore. Cross Oceans, bersama lintas seniman antar negara, York University-Kanada. Beberapa kali membuat seni pertunjukan bersama Afrizal Malna, Fitri Setyaningsih, Boy G Sakti, Hartati, Godi Suwarna dan Bandung Lingkaran untuk Sitor. Dia telah memenangkan sejumlah penghargaan seni, 10 terbaik Philip Morris Art Award, Anugerah Kebudayaan Universitas Indonesia, dan Indofood Art Award (2002 dan 2003).
(tia/tia)