Sutradara sekaligus pendiri Teater Koma, Nano Riantiarno mengatakan kritik sosial yang ada di 'Semar Gugat' masih sama seperti sekarang. "Karena negara tidak berubah, seperti headline koran hari ini kursi-kursi DPR banyak yang kosong, nggak keisi. Itu kursi buat siapa. Apakah ini kecelakaan atau peristiwa yang berulang," tuturnya saat ditemui di Sanggar Teater Koma, Bintaro, Jakarta Selatan, Rabu (24/2/2016).
Baca Juga: Cornelia Agatha Jadi 'Ratu Setan' di 'Semar Gugat'
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nano bersama beberapa penulis lakon teaternya seperti WS Rendra dan Guruh Soekarnoputra wajib memenuhi aturan tersebut. Lambat laun karena muncul perdebatan soal penyesoran panggung teater, akhirnya setahun kemudian aturan tersebut dilonggarkan.
![]() |
Puluhan tahun berlalu, kritik sosial yang dilontarkan Teater Koma masih berjalan sampai sekarang ini. Seperti beberapa hal yang dikritisi Nano mengenai perizinan pemakaian tempat di kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Menurutnya, setiap tahunnya Teater Koma memiliki tradisi untuk mementaskan terlebih dahulu di Graha Bakti Budaya, baru penghujung tahun di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ).
Simak: Β Kostum Pertunjukan 'Semar Gugat' Kolaborasi Budaya India dan Jawa
"Perizinan ini yang sekarang lumayan rumit. Kami nggak dapat tanggal yang pas. Setiap Sabtu-Minggu dipakai untuk acara Pensi atau acara yang tidak berkaitan dengan seni. Padahal tujuan utama Ali Sadikin mendirikan TIM yah untuk para seniman," tandasnya.
Secara blak-blakan, Nano pun mengkritik kinerja Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. "Ahok nggak tahu apa yang terjadi sekarang ini soal TIM," tegas suami Ratna Riantiarno ini.
'Semar Gugat' digelar pada 3-10 Maret 2016. Pentas hari Senin-Sabtu dimulai pukul 19.30 WIB, sedangkan pentas hari Minggu diadakan pukul 13.30 WIB. Tiketnya dibanderol seharga Rp 75.000 sampai Rp 350.000.
(tia/tia)












































