Handuk-handuk yang dipamerkan seperti jemuran itu merupakan kritik sosial dan simbol dari kekuatan ekonomi. Serta implikasi keprihatinan terhadap gelombang industrialisasi yang mengukur segala sesuatu tentang ekonomi dan tuntutan globalisasi. Ide karyanya dari fenomena urban.
"Hampir semua orang mengenal handuk Good Morning dan memakainya," kata Herbert Hans atau akrab disapa Ebet usai temu media di Galeri Nasional Indonesia, Minggu (11/10/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain handuk 'Good Morning', satu karya video animasi juga menjadi satu bagian dari karya yang berjudul 'Break A Leg' yang dipajang berdampingan dengan barisan instalasi handuk.
Grup asal Bandung yang berdiri 2006 silam itu mengakui jika kelompoknya senang menginterpretasikan frame animasi. "Bukan hanya gambar di atas kertas atau object-object."
Sebelum soft opening 25 September lalu, salah satu kawannya Ruddy Hatumena terlebih dahulu mendatangi Frankfurt untuk membuat karya seni instalasi. Ketiganya pun berkomunikasi hanya melalui pesan aplikasi Whatsapp.
"Kita juga belum tahu karyanya seperti apa. Karena semuanya serba virtual. Mungkin besok baru sampai dan melihat secara nyata seperti apa," kata Ebet.
Tromarama yang bekerja dengan medium video, animasi, dan instalasi bukan pertama kalinya memajang karyanya ke ranah internasional. Tahun ini, Tromarama memajang karya di Galeri Nasional Victoria, Australia. Serta eksibisi tunggal di Stedelijk Museum Amsterdam.
Pada 2014, di Taiwan Ceramic Biennale di Yingge Ceramics Museum Taiwan, Mooi Indie-Beautiful Indies di Samstag Museum Amsterdam. Setahun sebelumnya di SEA+Triennale 2013 'Ways Around Asia' di Galeri Nasional Indonesia.
(tia/tia)