Serasa ringan, tubuh penarinya jatuh lalu bangun dan jatuh lagi dengan sendirinya. Kemudian, penari itu menggulung tubuhnya dengan seng dan berusaha membukanya lagi. Gerakan tersebut dilakukannya berulang kali.
Tarian berjudul 'Ghulur' hanya menggunakan satu penari yang beraksi di atas panggung. Selama 20 menit, 'Ghulur' ditarikan dengan bebasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lulusan Seni Drama, Tari, dan Musik (Sendratasik) Universitas Negeri Surabaya tersebut menekuni seni tari sejak 2006 silam. Saat itu, ia berhasil menjuarai Lomba Tari Topeng Getak se-Pulau Madura. Di tahun 2009, ia pernah mengemban misi kesenian ke Kunming (Tiongkok) sebagai Duta Indonesia.
Kelenturan tubuhnya didapatkan dengan mempelajari tari tradisi, balet sekaligus gymnastic untuk memperkaya eksplorasi tubuh. Tari 'Ghulur' mengalami beberapa kali perubahan. "Ini tentang keprihatinan dan tanah yang retak," ungkapnya.
'Ghulur' awalnya ditarikan oleh 8 penari putra dan putri. Lalu, berubah menjadi duet yang ditarikan oleh dua pria saat tampil di Bedog Art Festival. Terakhir 'Ghulur' ditarikan oleh dirinya sendiri saat di Indonesia Dance Festival (IDF) 2014.
(tia/tia)