Makin jelas lagi ketika memperhatikan latar belakangnya, yakni foto berbingkai yang hanya tampak kira-kira seperlima di bawahnya, berisi jajaran perempuan berbaju seragam dalam posisi duduk, jajaran “orang-orang terhormat”. Dua kelompok ini seakan-akan sedang dipertentangkan. Yang di depan berseberangan dengan yang di belakang.
Perhatikan juga bangunan-bangunan tinggi apartemen yang kotak-kotak minimalis, tak ubahnya sarang burung dara di foto berjudul Kemayoran (2008). Padahal latar depannya patung kuda, patung bola dunia, dan patung burung dengan sayap terentang, ketiganya menonjolkan cita rasa seni dengan detail apik, sangat berlawanan dengan kotak-kotak minimalis di belakangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka inilah Jakarta, tempat istilah-istilah antonim sangat diakrabi, macam penghuni-pendatang, peluk-campak, kaya-miskin, eksplisit-hipokrit, untung-rugi, kalah-menang, hidup-mati, dan tentu saja, cinta-benci. Walau atas nama cinta, Jakarta tak selalu harus antagonis.
Fotografer Fanny Octavianus menyajikan esai foto urban tentang Jakarta, yang makin hari makin redup toleransinya, dalam pameran bertajuk “JKT.” di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta, 21 Juni-31 Juli 2015. Pameran ini untuk memperingati ulang tahun ke-488 Jakarta.
Berita selengkapnya di Majalah Detik Edisi 187 dengan tajuk utama 'Habis-habisan Dahlan'!
(tia/tia)