Charles yang telah berpengalaman sebagai kurator di Biennale seni rupa internasional seperti Gwangju, Istanbul, dan Sao Paulo juga mengatakan kerja kuratorial dibutuhkan di festival bertaraf internasional ini.
"Para kurator muda ini akan belajar bagaimana memanage biennale dan juga urusan artistik seniman," ungkapnya saat jumpa pers Jakarta Biennale di Galeri Cipta III Jakarta Pusat, sore tadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak awal tahun ini, Charles berkolaborasi dengan tim kurator muda yang berasal dari empat kota di Indonesia. Di antaranya adalah Anwar 'Jimpe' Rachman (Makassar), Asep Topan (Jakarta), Benny Wicaksono (Surabaya), Irma Chantily (Jakarta), Putra Hidayatullah (Banda Aceh), dan Riksa Afiaty (Jakarta).
Salah satu kurator asal Jakarta Asep Topan yang ikut dalam tim emerging curators tersebut menjelaskan jika dirinya terpilih dalam seleksi yang diadakan penyeolenggara.
"Yayasan Biennale tahu mana saja kurator dan seniman yang aktif dan konsisten berkarya. Akhirnya saya juga diajak dan mulai memikirkan tak cuma artistik si-seniman," ucap Asep.
Putra Hidayatullah yang juga ikut menjadi tim kurator dari Banda Aceh mengatakan di kotanya seni rupa masih kurang dikenal. "Ada seorang artist mural yang melukis kejadian di Aceh dari 80-a sampai 2000-an. Namun melalui Biennale ini semoga jadi momen untuk bicara sejarah," katanya.
Jakarta Biennale 2015 terselenggara berkat kerjasama dari berbagai pihak. Di antaranya Sarinah sebagai pendukung tempat pameran utama, Center for Kultur and Udvikling/ Center for Culture & Development (CKU), Denmark yang mendukung program kuratorial lab dan program edukasi publik, British Council yang mendukung seniman Inggris, Universitas Indonesia Depok, dan Universitas Hasanuddin Makassar. Serta berbagai komunitas di kota-kota besar Indonesia lainnya.
(tia/ron)