Kisah Angkie Yudistia, Wanita Tunarungu Menembus Batas (2)

Hot Profile

Kisah Angkie Yudistia, Wanita Tunarungu Menembus Batas (2)

- detikHot
Selasa, 08 Mei 2012 19:38 WIB
Jakarta - Melanjutkan kisah sebelumnya, dilema dihadapi Angkie Yudistia saat lulus SMA. Dokter yang merawatnya menyarankan agar ia tidak melanjutkan kuliah karena stress bisa memperparah kondisi pendengarannya.

Saat itu, telinga kanan Angkie hanya mampu mendengar suara 70 desibel sedangkan yang kiri 98 desibel. Sementara, rata-rata percakapan pada manusia normal berada di 40 desibel.

"Itulah yang membuat aku divonis dokter sebagai tunarungu pas usia 10 tahun. Makanya aku bisa dengar hanya kalau pakai hearing aid (alat bantu dengar) saja," ungkap perempuan kelahiran Medan, 5 Juni 1987 itu.
Namun Angkie ngotot untuk tetap meneruskan pendidikannya. Ia kemudian kuliah dan menyelesaikan studinya di jurusan periklanan di London School of Public Relations (LSPR), Jakarta, dan lulus dengan indeks prestasi komulatif 3.5.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Tekad Angkie yang kuat dan kemauan untuk terus menggali potensi diri, membuatnya tumbuh menjadi anak yang penuh percaya diri. Semasa kuliah, ia selalu aktif dalam berbagai kegiatan positif.

Angkie tercatat sebagai finalis Abang None mewakili wilayah Jakarta Barat tahun 2008. Selain itu ia juga berhasil terpilih sebagai The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008, serta Miss Congeniality dari Natur-e, serta berbagai perestasi lainnya.

Kecintaan Angkie di dunia pendidikan pun mengantarnya meraih gelar master setelah lulus dari bidang komunikasi pemasaran lewat program akselerasi di LSPR. "Dunia komunikasi dan public speaking memang sudah menjadi passion aku," katanya seraya tersenyum.

Pemilik tinggi 170cm dan berat 53kg itu pernah pula bekerja sebagai humas di beberapa perusahaan. "Tapi bukan berarti aku nggak pernah ditolak kerja ya, sudah sering banget. Alasannya karena waktu mereka tahu aku tunarungu dan nggak bisa pakai telepon," kisahnya.

Pengalaman Angkie didiskriminasi itu kemudian memotivasinya untuk membuat Thisable Enterprise bersama rekannya. Perusahaan itu fokus pada misi sosial, khususnya membantu orang yang memiliki keterbatasan fisik alias difable (Different Ability People) seperti dirinya.



"Ketika aku sekarang sudah nyaman dengan diri aku sediri, sekarang giliran aku untuk membantu orang yang sama seperti aku dulu. Membantu menyadarkan orang juga agar jangan mendiskriminasi kami," tukasnya.

Kepedulian pemilik tinggi 170cm dan berat 53kg itu tak berhenti sampai di situ. Berbagai pengalaman hidupnya mencari jati diri kemudian dituangkannya lewat buku berjudul 'Invaluable Experience to Pursue Dream' (Perempuan Tuna Rungu Menembus Batas) akhir 2011 lalu.

Sosok Angkie dan segudang prestasinya itu menunjukkan bahwa setiap orang, bahkan yang punya cacat fisik sekalipun bisa jadi luar biasa. "Keterbatasan bisa jadi kelebihan. Setiap masalah pasti ada jalan keluar asal ada kemauan," ucapnya.

Lantas, masih adakah penyesalan sebagai penyandang tunarungu? "Nggak. Sekarang nggak ada yang aku tutup-tutupin lagi. Aku cukup bangga dilahirkan seperti ini. Aku memang beda, tapi aku yakin ada maksud dan tujuan Tuhan kenapa aku seperti ini," tandasnya.

(bar/bar)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads