Menyaksikan film Hirokazu Kore-eda artinya bersiap untuk menerima kepahitan hidup yang dipersembahkan dengan cara paling sederhana. Film-film Kore-eda tidak pernah berusaha untuk pamer. Gambar-gambarnya selalu tenang, musiknya mengiringi perlahan.
Secara plot, peristiwa yang muncul tidak pernah berlebihan. Tapi pengalaman menontonnya selalu seperti berada di tengah badai emosi. Kore-eda selalu berhasil membuat saya terhenyak dan film terbarunya, Monster, bukan pengecualian.
Satu-satunya yang bombastis dari Monster adalah judulnya. Sisanya, film ini perlahan mengajak penonton untuk melihat lebih dalam sebuah peristiwa sederhana yang nantinya memberikan jawaban yang mengejutkan.
Baca juga: Review Rebel Moon Part One: A Child of Fire |
Ditulis oleh Yuji Sakamoto (yang memenangkan skrip terbaik di Cannes Film Festival tahun lalu), film ini membagi ceritanya melalui tiga mata. Mata pertama adalah dari seorang ibu bernama Saori Mugino (Sakura Ando, kembali berkolaborasi dengan Kore-eda setelah Shoplifters yang mengharu biru) yang menemukan anak laki-lakinya, Minato (Soya Kurokawa), bertingkah tidak seperti biasanya.
Malam itu, di tengah kegaduhan kota dimana sebuah gedung terbakar, Minato bertanya kepada ibunya tentang apakah manusia akan tetap disebut manusia jika otaknya diganti dengan otak babi. Pertanyaan ini tadinya dianggap biasa saja oleh Saori sampai akhirnya anaknya menghilang.
Kelak, anaknya mengaku bahwa gurunya, Pak Hori (Eita Nagayama), menjadikannya bulan-bulanan di kelas. Saori yang tidak terima, langsung menyerbu sekolah dan meminta pertanggung-jawaban.
Menggunakan tiga perspektif yang berbeda (ibu, guru dan anak) untuk menceritakan sebuah kisah (yang kelihatannya) sederhana, Yuji Sakamoto berhasil membuat saya semakin terjerumus ke dalam kisah yang sangat mengharu biru ini.
Meskipun Monster adalah film pertama Kore-eda sejak debutnya dalam Maborosi dimana dia tidak bertindak sebagai penulis skrip, film ini penuh dengan tanda tangan Kore-eda. Adegan-adegannya sederhana, bahkan sekilas terlihat membosankan (kalau misalnya Anda melihatnya sekilas tanpa adanya konteks cerita) tapi secara emosi film ini penuh dengan tikungan yang tajam.
Tanpa perlu memberi tahu ceritanya lebih dalam (karena ini adalah salah satu jenis film yang semakin Anda tidak tahu apa-apa tentang ceritanya, semakin mengesankan pengalaman menonton Anda), Kore-eda sekali lagi menunjukkan bahwa dia adalah pencerita yang begitu sensitif.
Dalam film ini, ia mengajak penonton (sekaligus mengetes) seberapa peka kita sebagai manusia dalam melihat sebuah situasi. Begitu penonton sampai di bagian ending, saya yakin Anda akan melihat pembukaan film ini menjadi sesuatu yang sangat berbeda.
Dalam Monster, keputusan untuk membagi cerita ini dalam tiga perspektif menjadi terasa penting dan tidak terasa pretensius sama sekali. Dengan tiga perspektif yang berbeda ini, penonton diajak untuk melihat peristiwa dari mata yang sangat berbeda.
Di sinilah detil cerita menjadi potongan puzzle yang penting. Dan dalam konteks cancel culture, hal-hal inilah yang kerap kali menjadi alasan kenapa kita sebagai masyarakat gampang untuk memberikan penghakiman tanpa melihat gambar yang seutuhnya.
Skrip dari Yuji Sakamoto yang memang cemerlang tadi kemudian diterjemahkan dengan begitu menawan oleh Kore-eda yang semakin fasih dalam mengeksploitasi emosi penonton. Kore-eda selalu tahu cara mengarahkan aktor, terutama pemain anak-anaknya.
Saya tidak bisa membayangkan apa yang Kore-eda lakukan untuk membuat dua aktor kecilnya, Soya Kurokawa dan Hinata Hiiragi sebagai Yori, untuk memberikan salah satu penampilan paling berkesan. Sakura Ando dan Eita Nagayama tentu saja memberikan penampilan yang baik.
Baca juga: Wonka: Awal Mula Si Jenius Nyentrik |
Begitu juga dengan Akihiro Tsunoda sebagai wakil kepala sekolah. Tapi Monster adalah milik Kurokawa dan Hiiragi. Sinematografi yang terasa seperti kolase mimpi, ditambah dengan tempo yang sudah sangat rapi, serta iringan musik dari Ryuichi Sakamoto yang sangat lembut (bisa dibilang, musiknya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari film ini), Monster menjadi salah satu tontonan yang tidak akan terlupakan.
Kalau hanya ada satu film yang bisa Anda tonton untuk membuka awal tahun ini, film ini adalah jawabannya. Siapkan tisu dan bersiaplah untuk terguncang.
Monster dapat disaksikan di jaringan CGV, Cinepolis, Flix dan bioskop-bioskop lainnya
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
Simak Video "Video: Trainee YG, Evelli "NEXT MONSTER" Dance Pakai Lagu Agnez Mo"
(ass/ass)