Wonka: Awal Mula Si Jenius Nyentrik

Wonka: Awal Mula Si Jenius Nyentrik

Candra Aditya - detikHot
Sabtu, 09 Des 2023 19:40 WIB
Timothee Chalamet memerankan Willy Wonka dalam film Wonka.
Film Willy Wonka. Foto: dok. Instagram @tchalamet
Jakarta -

Willy Wonka (TimothΓ©e Chalamet) datang ke sebuah ke kota tak bernama dengan kostum pesulap, topi tinggi, dan kopernya. Ia tadinya memiliki uang tapi hati besarnya membuatnya berakhir dengan nol koin. Berkat Bleacher (Tom Davis), Wonka berakhir di tempat penginapan milik Mrs. Scrubbit (Olivia Colman) yang menerima tamu miskin seperti Wonka. Setelah menandatangani kontrak sewa yang sangat mencurigakan, Wonka pun menginap disana dan mengejar mimpinya.

Yang terjadi keesokan harinya adalah mimpi buruk. Tidak hanya Wonka gagal mendapatkan koin (meskipun berhasil menarik perhatian kartel cokelat kota itu sekaligus semua penduduknya), kebodohan Wonka tidak membaca kontrak membuatnya menjadi babu Mrs. Scrubbit. Bukan hanya dia ternyata yang menjadi korban Mrs. Scrubbit dan Bleacher. Ada empat orang lain di bawah tanah yang akhirnya menjadi babu gratis mereka hanya karena orang-orang ini tidak membaca kontrak dengan teliti. Sekarang Wonka mempunyai misi baru tidak hanya untuk menjadi pencipta cokelat terbaik tapi juga keluar dari neraka ini.

Lupakan semua yang Anda lupakan tentang Charlie and the Chocolate Factory karena Wonka adalah sebuah film yang sangat berbeda. Tentu saja sebagai origin story, film ini masih menampilkan semua hal yang familiar. Showmanship Willy Wonka masih menjadi salah satu atraksi film ini. Meskipun jumlahnya tidak banyak, sosok Oompa Loompa juga hadir (dalam film ini dimainkan dengan begitu judes oleh Hugh Grant yang sepertinya menikmati sekali pekerjaannya ini). Wonka juga digambarkan sebagai karakter yang nyentrik meskipun dia belum nyeleneh sempurna seperti dalam kisah Roald Dahl yang klasik itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ditulis oleh Simon Farnaby dan Paul King, Wonka menggantikan semua "hukuman" dan kesinisan yang ada di cerita aslinya dengan hati yang besar. Semua rasa asam yang menjadi salah satu identitas ini sekarang digantikan dengan cokelat hangat yang menenangkan. Tentu saja seperti dua film Paddington sebelumnya, Paul King selalu menampilkan karakter penjahat yang karikatur. Bahkan dari cara mereka mengucapkan dialog, kita bisa tahu bahwa orang-orang ini mempunyai niat buruk. Meskipun karakter-karakter jahat ini melakukan segala cara untuk menyingkirkan kompetisinya, tetap saja hasil akhirnya adalah sebuah kisah yang menghangatkan hati.

Saya tidak akan menyangka begitu menyukai Wonka padahal harusnya saya bisa menebaknya dari awal. Paul King adalah pencerita yang ulung. Tapi lebih dari itu, dia selalu berhasil menciptakan karakter yang penuh dengan semangat, ambisi, mimpi dan kebaikan hati tanpa membuatnya kemanisan. Kadang kala, menyaksikan sebuah tokoh yang terlalu positive thinking membuat saya kesal. Tidak ada salahnya sekali-sekali untuk melakukan hal yang buruk, kita semua adalah manusia biasa. Tapi Paul King mempunyai kemampuan ajaib itu. Dia bisa membuat karakter yang positif tapi saya tetap bisa mencintainya dengan tulus. Resepnya: Paul King adalah pencerita yang tulus. Tidak ada pretensi di balik semua gula itu.

ADVERTISEMENT

Selama 116 menit, Wonka mengajak penonton untuk berpetualang secara literal. Tidak ada satu pun momen yang membosankan. Bahkan adegan musikalnya pun mempunyai pesona (salah satu bagian paling mengejutkan dari film ini karena dari semua materi promosi saya tidak menangkap bahwa ini adalah film musikal). Semua flashbacknya terasa perlu, semua beat emosionalnya disampaikan dengan baik. Dan yang paling penting: sebagai sebuah tontonan liburan akhir tahun, film ini memberikan semua apapun yang Anda inginkan dari sebuah spektakel.

Sinematografer Chung-hoon Chung menggambar Wonka dengan semangat perayaan yang menggebu-gebu. Rasanya seperti diajak liburan ke kampung halaman Sinterklas. Ditambah dengan desain produksi dan perpaduan CGI yang mumpuni, tidak ada satu pun frame dalam Wonka yang terlihat murah atau sederhana. Semuanya serba mewah dan larger-than-life. Paul King yang sangat jago dalam mengatur komposisi gambar dan juga staging aktor, menjadikan Wonka menjadi taman bermain yang sungguh asyik. Semua adegannya sinematis, terutama momen-momen magis atau saat semua karakternya bernyanyi.

Susah untuk tidak tenggelam dalam emosi penuh gegap gempita dalam Wonka. Seformulaik apapun petualangan yang dialami oleh karakter utamanya, saya tidak tahan untuk mendukung penuh apa yang akan dilakukan karakter utamanya untuk mencapai mimpinya. Di tangan Paul King, sekali lagi mimpi harus digapai. Dan seperti karakter utamanya, Wonka sepertinya akan berakhir menjadi tontonan akhir tahun yang melegenda.

Wonka dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop di Indonesia.

Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.




(tia/tia)

Hide Ads