Ketika saya selesai menyaksikan Orphan sekitar 13 tahun yang lalu, saya hanya bisa manggut-manggut yakin kalau film ini akan menjadi waralaba yang menjanjikan. Orphan memiliki semua resep untuk menjadi waralaba horor yang menguntungkan. Semua potensinya terlihat: cerita yang gila tapi menarik dan terutama karakter villain yang menggigit.
Esther (diperankan dengan gila-gilaan oleh Isabelle Fuhrman) tidak hanya menyeramkan tapi juga memiliki backstory yang 'sakit' dan sangat mudah untuk dieksplor. Kemampuannya untuk membunuh orang dengan sangat mudah membuatnya ikonik dengan cepat. Maka dari itu saya sedikit heran karena butuh 13 tahun bagi Hollywood untuk membuat prekuelnya. Tapi mungkin saya tidak boleh terlalu banyak protes karena jarak yang panjang itu ternyata menghasilkan sebuah prekuel yang sungguh seru.
Kalau Anda sudah menonton film pertamanya, Anda pasti tahu bahwa (spoiler) Leena/Esther adalah seorang perempuan muda yang terjebak di tubuh bocah 9 tahun karena penyakit hormonal yang dialaminya. Di pembukaannya yang cemerlang, sutradara William Brent Bell, langsung mengajak penonton untuk melihat sebuah kepanikan yang efektif untuk mengingatkan lagi penonton betapa Leena ini sangat berbahaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berpura-pura sebagai anak hilang, Leena "akting" menjadi Esther dan pergi ke Amerika untuk bertemu dengan orang tua kandungnya. Tricia (Julia Stiles), ibu kandung Esther, sangat bahagia sekali melihat putrinya yang hilang kembali lagi. Leena/Esther tentu saja sekali lagi punya misi tersendiri. Tapi misinya kali ini tidak semudah yang ia pikir.
Satu hal yang pasti, pembuat Orphan: First Kill tahu benar apa yang membuat film pertamanya menarik. Dan mereka menggunakan itu sebagai kendaraan agar film ini bisa meluncur mulus seperti film pertamanya. David Leslie Johnson, Alex Mace dan David Coggeshall sadar bahwa unsur camp yang ada di film pertamanya harus dipertahankan. Orphan memang horor yang serius tapi Anda pasti sadar ada plot larger-than-life di sana. Vibe itulah yang tetap diusung oleh Orphan: First Kill sehingga film ini tidak kehilangan identitasnya.
Yang juga sungguh menarik dari Orphan: First Kill adalah bagaimana ia tetap memberikan kejutan. Film pertamanya memberikan sebuah bom atom yang sungguh memikat: seorang anak kecil yang ternyata adalah perempuan dewasa. Bahkan setelah kebanyakan penonton tahu soal ini, Orphan: First Kill tetap berhasil memberikan twist yang sungguh menggigit yang menjadikan pengalaman menonton film ini sungguh lezat. Percayalah, begitu Anda sampai di bagian itu, Orphan: First Kill menjadi sebuah tontonan yang sama sekali baru yang bisa jadi membuat Anda lupa kalau Anda sedang menonton prekuel.
Meskipun penyutradaraan William Brent Bell lumayan naik kelas (terutama jika dibandingkan dengan The Boy), tapi ia tidak bisa dibandingkan dengan Jaume Collet-Serra yang melukis film pertamanya dengan visual yang menarik. Bell lumayan berhasil membuat ketegangan yang mantap tapi ia tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan gambar yang unik. Sinematografi Orphan: First Kill memang tidak buruk tapi ia terlihat seperti kebanyakan film horor lainnya. Dibandingkan dengan film pertamanya, gambar film ini jelas kalah jauh meskipun ini tidak membuat film ini menjadi jelek.
Secara penampilan, Julia Stiles berhasil menjadi penyeimbang yang baik. Ia bisa diandalkan untuk memberikan penampilan yang tiga dimensional. Isabelle Fuhrman sementara itu berakting menjadi Esther seolah-olah tidak ada jarak bertahun-tahun sejak film pertamanya. Meskipun Fuhrman sekarang beneran menjadi perempuan dewasa tapi ia tetap bisa menjadi Esther mungil yang menyeramkan (bravo untuk departemen visual yang bisa membuat Fuhrman tetap terlihat kecil). Setiap cengiran, setiap tatapannya ternyata masih bisa membuat saya merinding kesenangan.
Orphan: First Kill bisa ditonton bahkan kalau Anda belum menonton film pertamanya. Bagi pecinta horror thriller, yang satu ini tidak bisa dilewatkan. Bagi penggemar Orphan, selamat ketemu lagi dengan Esther, si bocah dari neraka yang ternyata ngangenin. Long live Esther!
Orphan: First Kill dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop di Indonesia.
---
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.