Setiap ada proyek remake film klasik, pertanyaannya selalu: perlukah? West Side Story bukan sekadar film musikal. Judul yang satu ini mungkin adalah salah satu musikal yang paling berkesan, bombastis dan dipenuhi dengan lagu-lagu yang sungguh catchy. Pengaruhnya dapat dilihat dari musikal-musikal modern. Kemegahannya bisa dilihat dari berapa banyak Oscar yang ia dapat dan betapa militan fansnya. Jadi: perlukah remake ini dibuat?
Tapi memang terkadang ada pengecualian. Dalam kasus ini adalah nama di belakang layar. Steven Spielberg adalah nama yang sangat perkasa. Bahkan non-sinefil tahu siapa dia. Yang mungkin mengejutkan adalah selama dia berkarya, Spielberg belum pernah membuat musikal. Dan West Side Story ia pilih sebagai musikal pertamanya. Jadi apakah akhirnya ini menjustifikasi keputusan untuk me-remake film kesayangan umat ini?
Ternyata jawabannya adalah iya. West Side Story versi yang baru ini, selain amat sangat megah dari sisi teknis, ia "membetulkan" kesalahan film lamanya (seperti memilih aktor kulit putih untuk peran Latina). Dan siapa yang mengira topik permusuhan antar geng yang disebabkan oleh rasisme dan kemiskinan yang sistemik ternyata menjadi semakin relevan di zaman sekarang?
![]() |
Direkam dengan kemegahan yang tiada tara oleh Janusz Kaminski, West Side Story dibuka dengan puing-puing yang bisa sekali dimasukkan ke salah satu adegan Saving Private Ryan. Tapi ini bukan film perang. Puing-puing ini adalah penanda zaman. New York sudah berubah. Dan di sinilah geng kulit putih yang menamakan dirinya Jets dan geng para Puerto Rican yang bernama Sharks saling berseteru. Masalahnya klasik: rebutan wilayah. Apa jadinya geng tanpa wilayah?
Tony (Ansel Elgort), anggota dari Jets yang baru saja keluar dari penjara, ingin menaruh semua masa lalunya yang gelap di belakang. Dia ingin move on. Sekarang ia membantu janda bernama Valentina (Rita Moreno) dan berharap esok akan baik-baik saja. Tentu saja pemimpin Jets sekaligus sahabatnya, Riff (dimainkan dengan sangat cemerlang oleh Mike Faist), terus-terusan ingin mengajaknya kembali lagi.
Kemudian ada Maria (Rachel Zegler), adik dari pemimpin Sharks, Bernardo (David Alvarez, penuh energi). Maria, seperti halnya Tony, tidak ingin lagi ada perpecahan antar geng. Tapi kakaknya yang petinju itu ngotot. Dia dan orang Puerto Rico lainnya kerap kali diteriaki orang untuk "pulang" padahal mereka semua sudah menjadikan New York sebagai rumahnya. Ini bukan sekadar perang rebutan wilayah. Ini masalah harga diri.
Dan malam itu, seperti layaknya kisah klasik Romeo dan Juliet, Tony dan Maria bertemu. Mereka saling tatap di sebuah aula yang sangat besar dan mata mereka menemukan satu sama lain. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk menyatakan cinta dan mengaku ingin menghabiskan sisa hidup mereka bersama-sama. Dan tentu saja, cinta ini adalah awal dari semua kekacauan.
Meskipun Spielberg belum pernah membuat film musikal, tapi kita tahu pasti bahwa ia adalah sutradara yang tahu tempo dan ritme. Dua hal yang sangat krusial dalam membuat film musikal. Theme song Jurassic Park tidak akan sebombastis itu kalau Spielberg tidak tahu bagaimana cara menggerakkan kameranya. Dan Saving Private Ryan tidak akan seefektif itu untuk mencabik-cabik penonton kalau kamera Spielberg tidak "bergerak".
Kemampuan Spielberg tersebut akhirnya terbukti dalam West Side Story. Film ini sangat liar, penuh energi dan luar biasa menghibur meskipun durasinya lumayan panjang (156 menit). Musik dari Leonard Berstein terus mengiringi West Side Story dengan nyaring sementara visualnya menari. Editor Michael Kahn dan Sarah Broshar berhasil membuat semua set pieces yang dibuat Spielberg mencuri perhatian. Dari pertarungan awal Jets dan Sharks sampai penampilan terakhir, semuanya lumayan berkesan. Tentu saja untuk membuat semua ini megah, production designer Adam Stockhausen memberikan New York yang sangat otentik kepada Spielberg.
![]() |
Semua pilihan cast Spielberg sangat pas dengan karakter-karakter yang mereka mainkan kecuali mungkin Ansel Elgort. Terlepas dari semua tuduhan yang ditujukan kepadanya, Tony versi Elgort sangat "anyep". Suaranya tidak seluar biasa itu apabila dibandingkan dengan cast lain. Dan ketika beradegan, emosinya tidak setara dengan siapapun lawan mainnya. Duetnya dengan si Maria, Rachel Zegler, terasa seperti sayur kurang garam. Padahal Zegler sudah menjadi bintang di sini meskipun ini adalah debutnya. Sungguh amat disayangkan.
Untungnya seperti yang saya bilang sebelumnya, sisa pemain West Side Story mati-matian berjuang untuk menampilkan yang terbaik. Ariana DeBose yang bermain menjadi Anita tampil seperti bohlam yang terang benderang. Dan Rita Moreno, satu-satunya pemain yang menyambungkan versi lama dan versi baru, menjadi tokoh yang sangat penting di sini. Kerapuhannya terasa nyata. Kegetirannya bisa saya rasakan. Sedihnya, apa yang ditunjukkan oleh West Side Story versi lama dan versi baru, masih terjadi sampai saat ini.
West Side Story yang baru mungkin tidak akan mengalahkan originalitas versi aslinya. Tapi film ini tidak akan membuat Anda kesal. Kalau Anda suka dengan West Side Story versi lama, dijamin Anda akan mencintai versi ini juga. Lagipula, siapa sih yang menolak lagu-lagu catchy dengan koreografi yang menggemaskan?
![]() |
West Side Story dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop di Indonesia.
--
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.