Diadaptasi dari serial misteri karya penulis horor terkenal R.L. Stine, Fear Street Part 1: 1994 yang merupakan bagian dari Fear Street Trilogy (film barunya akan rilis setiap hari Jumat di Netflix) adalah sebuah adaptasi horor yang baik, slumber party movie yang saya tunggu dan sebuah film akhir pekan yang sempurna. Apapun yang dibutuhkan untuk melepas penat ada disini.
Tokoh utamanya adalah sekelompok remaja yang tinggal di sebuah daerah bernama Shadyside di Ohio. Deena (Kiana Madeira) adalah seorang gadis yang sedang berusaha move on dari pacarnya, Sam (Olivia Scott Welch). Adiknya, Josh (Benjamin Flores Jr.), lebih sibuk chattingan dengan dengan orang asing membahas legenda urban Shadyside daripada bersosialisasi seperti remaja normal.
Teman Deena adalah Kate (Julia Rehwald) seorang gadis pintar dan Simon (Fred Hechinger, kemarin sempat muncul dalam The Woman In The Window). Keduanya berjualan narkoba untuk mengumpulkan dana agar mereka bisa keluar dari Shadyside, tempat yang menurut Deena adalah sumber masalah. Shadyside juga yang membuat Deena memutuskan Sam meskipun terlihat jelas mereka berdua saling mencintai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Fear Street Part 1: 1994, Shadyside dan Sunnyside adalah dua kota yang berbeda. Shadyside penuh dengan teror dan legenda urban, Sunnyside adalah sebuah kota anak-anak orang kaya yang menganggap anak-anak Shadyside udik dan perusuh. Malam itu, remaja remaja dari dua kota ini berantem yang akhirnya membuat Sam tidak sengaja membangunkan penyihir yang siap membunuh mereka. Teror pun dimulai.
Aura nostalgia sangat terasa di film pertama Fear Street ini. Meskipun ini baru pertama kali Fear Street muncul dalam bentuk film (sebelumnya pernah diadaptasi dalam bentuk TV), tapi nuansa film ini sangat familiar. Rasanya seperti menonton film film slasher remaja yang populer di era 90an. Bahkan openingnya saja (dengan Maya Hawke channeling Drew Barrymore) sangat terasa seperti pembukaan Scream.
Tapi kefamiliaran Fear Street Part 1: 1994 untungnya tidak membuat dia terlihat seperti plagiat. Film ini mempunyai mitologi sendiri yang cukup kuat sehingga ia mempunyai kepribadian yang kuat. Penulis Leigh Janiak (yang juga menyutradarai film ini) bersama Phil Graziadei berhasil memberikan pondasi yang cukup kuat sehingga ketika film selesai, saya sebagai penonton tetap penasaran dan ingin tahu misteri apa yang membelenggu Shadyside.
Salah satu faktor terkuat dari film ini adalah bagaimana Janiak menggambarkan karakter-karakter utamanya. Di film-film sejenis, karakter-karakternya selalu melakukan hal yang bodoh ketika mereka dikejar penjahat. Di Fear Street Part 1: 1994 saya melihat barisan remaja yang cekatan dan tidak panikan sehingga gampang untuk mendukung mereka agar tidak berakhir tragis.
Selain kisah romansanya yang agak kurang, bagian yang lemah dari film ini mungkin adalah cara Janiak mengatur tensi. Ada beberapa sekuens yang benar-benar seru (seperti adegan di supermarket) dan ada juga yang agak kentang (seperti di adegan sekolah). Kalah saja sekuens itu diedit dengan lebih baik, Fear Street Part 1: 1994 bisa jadi salah satu horor terbaik tahun ini.
Meskipun ada kekurangan, Fear Street Part 1: 1994 adalah sebuah film yang pas untuk ditonton di akhir pekan bersama pasangan atau sendirian. Remaja-remaja menggemaskan diteror.
Fear Street Part 1: 1994 dapat disaksikan di Netflix.
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(dar/dar)