The White Tiger: From Zero To Everything

Hot Review

The White Tiger: From Zero To Everything

Candra Aditya - detikHot
Sabtu, 23 Jan 2021 17:59 WIB
The White Tiger
Review The White Tiger yang tayang di Netflix Foto: dok netflix
Jakarta -

The White Tiger bukan Slumdog Millionaire meskipun dua cerita ini memiliki banyak kesamaan. Mereka sama-sama bercerita tentang sistem kelas di India dan bagaimana sistem kelas tersebut sangat mempengaruhi orang-orang yang ada di dalamnya. Keduanya adalah produk Hollywood. Dan keduanya memiliki protagonis yang kisahnya akan penonton ikuti dari ketika dia masih bocah.

Tapi persamaan The White Tiger dan Slumdog Millionaire berakhir di situ saja. Karena jika film garapan Danny Boyle yang memenangkan Oscar itu memberikan pelukan hangat kepada penonton dengan jalan baik yang diambil karakternya lengkap dengan adegan musikal India Jai Ho di akhir film, The White Tiger membuat penonton bertanya-tanya apakah menjadi jahat sudah menjadi kewajiban kalau mau bertahan hidup?

Balram Halwai (Adarsh Gourav), si karakter utama film ini, menjelaskan bahwa di India terbagi dua kelas. Kegelapan dan Terang. Dia tinggal di Kegelapan. Bapaknya bekerja keras sampai dia meninggal dunia. Kakaknya tidak mengenal pendidikan karena dia sibuk membantu kedai teh milik keluarga. Setiap anggota keluarga nasibnya sudah diatur oleh nenek, kepala keluarga ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Balram adalah anomali. Tidak seperti teman-temannya yang tidak bisa membaca aksara latin, Balram tidak hanya mengenal aksara latin tapi juga bisa membaca dan menulis dalam bahasa inggris. Suatu keanehan mengingat pendidikan di kampungnya benar-benar menyedihkan. Sang guru melihat Balram dan mengatakan bahwa kadang akan muncul harimau putih, langka tapi mematikan. Dan Balram adalah harimau putih tersebut.

Tapi ayah Balram tidak ada dana untuk menyekolahkan Balram. Dan dia pun stuck di kampung tersebut sampai akhirnya ketika dia dewasa, dia melihat jalan keluar untuk keluar dari Kegelapan ini. Anak dari bos yang menagihi uang di kampung tersebut, Ashok (Rajkumar Rao), tidak punya sopir pribadi dan Balram merasa ini adalah kesempatan. Setelah mendapatkan restu dari si nenek, Balram segera mendaftar untuk menjadi sopirnya Ashok. Bagi Balram ini adalah langkah pertamanya untuk hidup di luar Kegelapan. Dan cerita baru saja dimulai.

ADVERTISEMENT

Diadaptasi dari novel best-seller karya Arvind Adiga, The White Tiger adalah sebuah kisah yang gelap. Dari detik pertama film dibuka, The White Tiger tidak malu-malu untuk mengatakan bahwa ini bukan blockbuster yang akan menyenangkan jutaan penonton seperti Slumdog Millionaire. Ini adalah sebuah character study dengan humor gelap yang konsisten sepanjang film. Tone yang dipilih ini cocok karena meskipun temanya yang berat, The White Tiger sangat enak dinikmati dari awal sampai akhir. Ada banyak momen menyedihkan yang terasa lucu karena dari awal penonton sudah diajak bersenang-senang.

Ramin Bahrani, sutradara dan penulis skrip ini, kebetulan adalah sahabat si penulis novel. Tidak semua pengadaptasi harus bersahabat dengan si penulis bukunya memang tapi dalam kasus ini kedekatan keduanya membuat The White Tiger menjadi otentik. Dalam 125 menit, The White Tiger tidak melewatkan apapun. Semuanya dikemas dengan kecepatan 100 kilometer per jam dan di-frame dalam visual yang cantik. Tidak ada satu pun momen yang membuat saya mempertanyakan motivasi karakter-karakternya. Semuanya clear.

Bahrani menggunakan narasi karakter utamanya sendiri untuk mengajak penonton menyaksikan bagaimana seorang yang dianggap orang kaya sebagai tas plastik yang bisa dibuang kapan saja menjadi sosok yang powerful di akhir film. Berbeda dengan karakter Dev Patel yang memang sangat baik-baik, dari awal kita bertemu dengan Balram, dia sudah mengatakan dengan keras ambisinya. Kita sudah tahu bahwa dia cerdas. Tapi kemudian menekankan berkali-kali ambisi, obsesi dan semangatnya yang tidak layu.

Hal inilah yang menjadikan kisah Balram asyik untuk disaksikan. Kita benar-benar berada di kepalanya selama dua jam. Bahkan ketika dia akan melakukan tindakan yang bahkan dia sendiri tahu tidak patut dicontoh, kita tetap bisa mengerti kondisinya. Salah satu hal yang membuat The White Tiger begitu membius adalah permainan aktor-aktornya.

Supporting character seperti Priyanka Chopra dan Rajkumar Rao berperan sesuai dengan porsinya masing-masing. Priyanka Chopra di sini berperan sebagai Pinky, katalis bagi Balram yang mengenalkan ide-ide western yang bertentangan dengan ideologi orang India. Dialah yang memberi tahu bahwa dia bisa menjadi teman majikan, bukan keset majikan.

Tapi pada saat yang bersamaan Pinky juga tetap bisa menjadi elitist saat situasi membutuhkannya. Sementara itu Rao sebagai Ashok sangat meyakinkan sebagai bos yang menderita karena diatur oleh ekspektasi keluarga. Yang paling mengejutkan memang penampilan Adarsh Gourav sebagai Balram. Jujur, ini adalah penampilan pertamanya yang saya lihat. Dan sebagai aktor yang tidak begitu terkenal, Gourav meyakinkan saya dengan mudah bahwa dia Balram.

Gourav mempunyai kharisma dan screen presence yang sangat kuat sehingga menyaksikan transformasinya sebagai Balram yang lugu sampai menjadi businessman menjadi pengalaman sinematis yang memuaskan. Chemistrynya dengan semua aktor sangat baik. Tapi yang paling penting, bagaimana dia bisa menunjukkan emosi Balram tanpa perlu bicara adalah sesuatu yang patut dirayakan.

Tatap matanya dan Anda akan melihat kemarahan di sana. Disyut dengan kamera yang sangat lincah dan diedit dengan sangat energetic, The White Tiger adalah sebuah drama yang harus Anda saksikan akhir pekan ini. Film ini akan mengajak Anda untuk merasakan semua emosi yang campur aduk. The White Tiger mungkin bukan sebuah kisah yang original tapi ia sungguh-sungguh menghibur.

The White Tiger dapat disaksikan di Netflix
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.




(nu2/nu2)

Hide Ads