The Queen's Gambit adalah apapun yang Netflix perlu produksi sebanyak mungkin. Miniseri terbaru Netflix yang ditulis dan disutradarai oleh Scott Frank ini mempunyai semua resep untuk membuat saya duduk manis di depan televisi (atau laptop atau ponsel, dimana pun Anda menyaksikan Netflix) dan menikmati setiap menit yang ditawarkan oleh Frank dalam dunia kompetisi catur ini.
Ya, Anda tidak salah. The Queen's Gambit adalah sebuah miniseri berisi 7 episode tentang kompetisi catur. Tapi jangan skeptis dulu. The Queen's Gambit memiliki kemampuan yang dahsyat untuk membuat semua gerakan pion terasa seperti sebuah tikaman di jantung.
Beth Harmon (Anya Taylor-Joy, ketika muda diperankan oleh Isla Johnston) adalah seorang pejuang. Ayah kandungnya tidak ada dan ibunya sepertinya mempunyai masalah mental. Ketika dia akhirnya
menjadi yatim piatu, Beth akhirnya dibawa ke panti asuhan dimana dia akhirnya bertemu dengan janitor bernama Mr. Shaibel (Bill Camp).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beth mempunyai cara pikir yang aneh. Dia terobsesi. Dan ketika dia terobsesi terhadap sesuatu, dia harus memahaminya. Dia harus menaklukannya. Karena itulah dia belajar catur mati-matian.
![]() |
Karena Beth mempunyai obsesi, maka tidak heran jika akhirnya dia berubah menjadi sosok yang cerdas. Beth adalah prodigy catur. Laki-laki tunduk di hadapannya ketika dia menggerakkan pion-pion catur.
Tapi seperti kebanyakan orang cerdas lainnya, Beth mempunyai musuh. Musuhnya adalah obat-obatan dan alkohol. Tapi itu bukan apa-apa dibandingkan dengan musuh paling besar yang selalu menghadapi di depan matanya: dirinya sendiri.
The Queen's Gambit adalah sebuah anomali yang menyenangkan. Ia tidak bisa dikotakkan ke dalam satu genre. Dalam satu sisi kita bisa melihat The QueenΓs Gambit sebagai sebuah seri olahraga. Seperti kebanyakan drama olahraga yang apik, miniseri ini mengajak penonton untuk terjun ke dalam dunianya yang spesifik.
Saya tidak pernah mengerti catur dan menonton The Queen's Gambit membuat saya sangat tertarik untuk melihat dunianya. Michelle Tesoro, editornya, sangat berjasa untuk membuat setiap adegan orang main catur yang secara teori sangat membosankan (karena isinya hanya orang duduk) terasa sangat menegangkan dan sangat sinematik.
Disisi lain, The Queen's Gambit adalah sebuah coming-of-age story. Ini seperti kebanyakan film remaja kebanyakan. Gadis yatim piatu yang terobsesi terhadap satu hal. Ada pengkhianatan, ada pembelajaran diri, ada romansa. Frank tidak pernah bersembunyi dari ini. Dari awal kita diajak untuk melihat perubahan seorang gadis cilik menjadi seorang pemain catur terbaik di dunia.
![]() |
Tapi The Queen's Gambit lebih dari itu. Ia juga mempunyai unsur thriller di dalamnya. Miniseri ini tidak hanya cukup dengan drama yang mengejutkan di setiap episodenya tapi Frank memberinya sentuhan thriller untuk membuat miniseri ini menjadi lebih sedap. Gaya bercerita Frank sebenarnya tidak spektakuler tapi cara dia membawakan cerita ini terasa seperti sebuah misi rahasia dan penonton diajak untuk sekongkol. Sungguh lezat.
Dengan genre yang campur-aduk dibutuhkan tangan yang sangat terampil untuk membuatnya menjadi terasa koheren dan effortless dan Frank melakukan kerjanya dengan sangat baik. Sutradara The Lookout dan A Walk Among The Tombstone ini berhasil membuat kisah Beth terasa asyik untuk diikuti tapi ia juga melukis eranya dengan baik. Era 50-60-an digambar dengan elegan disini. Production design-nya sangat cantik, pilihan wardrobe-nya sangat menarik begitu juga dengan make-up dan hair style-nya.
Tapi yang paling membuat The Queen's Gambit menyala terang adalah Anya Taylor-Joy. Aktris muda yang makin naik daun ini (akan menjadi Furiosa di film George Miller berikutnya dan juga akan hadir di film Edgar Wright yang baru) benar-benar mencuri perhatian tanpa melakukan banyak hal.
Hadir hampir di setiap episode (kecuali episode 1 yang dimainkan oleh Isla Johnston yang juga sangat apik), Taylor-Joy benar-benar berubah menjadi Beth sepenuhnya. Bersama dia saya benar-benar ikut terobsesi dengan catur dan ingin mengalahkan laki-laki yang selalu merajai permainan ini.
Didukung dengan aktor pendukung yang baik dari Bill Camp, Moses Ingram sebagai Jolene, Marielle Heller sebagai Alma, henry Melling sebagai Harry Beltik dan Thomas Brodie-Sangster sebagai Benny, The Queen's Gambit adalah tontonan yang harus Anda tonton jika Anda ngidam tontonan yang ringan tapi berisi, menghibur tapi tidak kosong. Tujuh episode di dalamnya adalah hadiah bagi para pecinta cerita yang asyik.
The Queen's Gambit dapat disaksikan di Netflix.
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(ass/ass)