'The Irishman', Jadi Mafia Ternyata Tidak Seindah Itu

'The Irishman', Jadi Mafia Ternyata Tidak Seindah Itu

Candra Aditya - detikHot
Sabtu, 30 Nov 2019 11:09 WIB
Foto: imdb.
Jakarta - Ketika Anda membaca artikel ini, Anda pasti sudah mendengar desas-desus tentang 'The Irishman', masterpiece terbaru Martin Scorsese. Fakta pertama mungkin adalah bahwa Netflix menjadi "penyelamat" karena dia satu-satunya di Hollywood yang mau menggelontorkan 165 juta dollar untuk membuat sebuah drama tentang mafia dengan kebebasan kreatif sepenuhnya di tangan kreator. Kapan terakhir Anda mendengar ada sebuah film mainstream yang durasinya tiga jam setengah? Kedua mungkin bagaimana Martin Scorsese menggunakan kecanggihan teknologi untuk mempermuda karakter-karakternya. 'The Irishman' bercerita tentang perjalanan seorang mafia bernama Frank Sheeran (Robert DeNiro) dari ketika dia muda sampai dia tinggal sendiri di panti jompo. Dan kecanggihan teknologi ini membuat karakter-karakter Scorsese dengan ajaibnya berubah wujud.

Dan yang terakhir mungkin adalah bagaimana Scorsese membuat para fans marah dengan komentarnya bahwa film-film Marvel bukanlah sinema. Banyak fans Marvel (yang mayoritasnya adalah Gen-Z dan mungkin kurang familiar dengan karya Scorsese) yang jengah dengan komentarnya dan mereka langsung mengata-ngatai Scorsese balik. Kalau Anda bermain Twitter, Anda mungkin sempat melihat banyak netizen yang bertanya-tanya atau meremehkan karya-karya Scorsese. Dan tentu saja, Scorsese berhak untuk mengatakan apa saja tentang film-film Marvel atau bahkan film secara umum. Dia adalah orang yang melahirkan film-film seperti Mean Streets, Taxi Driver, Raging Bull, The King of Comedy, The Temptation of the Christ, Goodfellas, Cape Fear, Casino, Kundun, Gangs of New York, The Aviator, The Departed, Shutter Island, The Wolf of Wall Street dan Silence. Dengan 'The Irishman', Scorsese sekali lagi memproklamirkan diri sebagai maestro yang tidak bisa terbantahkan.

Jadi apa sebenarnya 'The Irishman'? 'The Irishman' ternyata adalah sebuah sebuah drama epik tentang mafia yang diinspirasi dari kisah nyata tentang Frank Sheeran dan hubungannya dengan Russell Bufalino (Joe Pesci) dan Jimmy Hoffa (Al Pacino). Kalau Anda mengetahui tentang sejarah mereka, 'The Irishman' akan terasa lebih nikmat. Tapi kalau pun Anda seperti saya yang sama sekali tidak tahu menahu tentang Sheeran, Bufalino dan Hoffa, film ini tetap dinikmati. Salah satunya karena baik Steven Zaillian (penulis skripnya yang mengadaptasi film ini dari novel berjudul I Heard You Paint Houses karya Charles Brandt) dan Scorsese mengantarkan penonton ke dalam dunia ini dengan ekstra hati-hati, detail tanpa tanpa satu pun rasa bosan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

[Gambas:Video 20detik]



Dengan telaten Scorsese yang dibantu dengan editor handal Thelma Schoonmaker mengantarkan penonton ke dalam dunia yang sungguh asyik untuk disimak tapi sangat tidak asyik untuk ditinggali. Berbeda dengan film-film mafia Scorsese yang lain, 'The Irishman' sama sekali tidak ada niatan untuk membuat kehidupan mafia menjadi keren. Berbeda dengan film-film Scorsese seperti Casino atau Goodfellas misalnya. Disini semakin lama film berjalan, semakin Anda tersadar bahwa menjadi mafia sepertinya adalah kutukan.

'The Irishman' bercerita dalam sebuah cerita yang dituturkan oleh Sheeran. Dan dalam rangkaian flashback ini Scorsese mengatur film seperti sebuah perjalanan ke jurang. Film dimulai dengan energi yang fun. Ada satu atau dua adegan komedi yang akan membuat Anda tertawa. Kemudian diikuti dengan berbagai adegan pembunuhan yang akan membuat Anda kebas begitu sampai di jam ketiga. Paruh ketiga film ini, Anda akan tersadar bahwa semua karakter kita dihukum oleh dosa mereka masing-masing. Film-film gangster/mafia kebanyakan biasanya berakhir dengan para karakter jahatnya mati atau masuk penjara. 'The Irishman' menunjukkan hal yang lain. Dan bagian ini adalah bagian paling menarik, paling jujur dan paling mengharukan dalam 'The Irishman'.

'The Irishman' bukan jenis film yang fokus dengan plot. Ini adalah sebuah character study. Apa yang dilakukan oleh satu karakter dan karakter lainnya dan reaksi apa yang akan terjadi selanjutnya adalah apa yang membuat 'The Irishman' menjadi salah satu film terbaik tahun ini. Dinamika antar karakter inilah yang menjadikan 'The Irishman' menjadi film yang sungguh lezat. Dan beruntunglah Scorsese memiliki aktor-aktor paling cadas untuk memerankan karakter-karakter keren ini dalam 'The Irishman'.

Memang butuh waktu untuk mata kita membiasakan diri dengan wajah mulus Robert DeNiro atau matanya yang luar biasa biru. Karena meskipun wajahnya terlihat muda, ada beberapa adegan yang gerakan aktornya kelihatan sekali kalau yang memerankan mereka sudah tua. Tapi hal tersebut tidak menjadi halangan karena kekuatan utama dari akting para aktor 'The Irishman' adalah kejujuran mereka dalam bermain dan emosi mereka.

Joe Pesci agak sedikit berbeda dengan peran mafia yang biasa dia perankan. Dalam film ini dia sangat sopan, benci orang merokok dan tidak banyak bicara. Tapi Anda tahu bahwa dari sorotan matanya dia adalah mafia yang ditakuti. Pesci menunjukkan banyak hal dalam kediaman. Dan satu tatapan dari Pesci bisa memberikan banyak makna. Itulah kenapa adegan antara Pesci dan DeNiro sangat asyik disaksikan ketika mereka duduk diam mencoba membaca situasi.




Sebagai Jimmy Hoffa, Al Pacino pertama kalinya menjadi aktornya Scorsese. Dan kalau Anda tahu Al Pacino, Anda akan tahu bahwa dia adalah jenis aktor yang hobi berakting dengan gaya teatrikal dan gestur yang besar. Tapi ia tahu bagaimana cara menyeimbangkan ke-bigger-than-life-annya itu dengan sentuhan emosional yang pas. Hasilnya adalah sebuah karakter yang tidak dilupakan tapi tetap terasa nyata karena dia terlihat seperti manusia beneran dan bukannya karikatur.

Dan tentu saja Robert DeNiro. Agak susah membayangkan 'The Irishman' tanpa sosoknya. Dia tahu bagaimana cara memasuki ruangan, cara membuat Anda terkejut. Satu tatapan mata dengan Anna Paquin yang berperan sebagai Peggy dewasa bisa dimengerti maksudnya tanpa perlu dialog. Dan menyaksikannya bertransformasi dari seorang sopir truk sengak sampai ke orang tua yang kesepian adalah sebuah perjalanan emosional yang sungguh berharga.

Dengan sinematografi yang yahud dari Rodrigo Prieto dan musik jazz yang memabukkan dari Robbie Robertson, 'The Irishman' adalah sebuah tontonan yang tidak boleh Anda lewatkan. Ini adalah contoh bagaimana seorang maestro menunjukkan kepada dunia bahwa dia masih punya bahan untuk menceritakan sesuatu yang baru meskipun topiknya sama. Satu-satunya yang mengurangi keasyikan film ini mungkin adalah Anda sendiri. Karena tidak semua orang sanggup untuk menonton sebuah drama epik tentang mafia selama tiga setengah jam. Tapi percayalah, jika Anda memutuskan untuk terlibat di dalamnya, 'The Irishman' sama sekali tidak mengecewakan.

'The Irishman' dapat disaksikan di Netflix mulai tanggal 27 November 2019

Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.

(dar/dar)

Hide Ads