Dengan bujet US$ 20,2 jutar dan sampai sekarang filmnya sudah mengumpulkan pundi-pundi dollar sampai US$ 112 juta, 'Hustlers' juga menjadi film Jennifer Lopez paling sukses.
Film ini sudah lama berkeliaran di daftar coming soon jaringan bioskop Indonesia tapi masih tertahan di bagian sensor. Setelah dipotong sebanyak enam menit (dan itu pun Anda masih harus melihat gambar-gambar yang di-blur), 'Hustlers' akhirnya tayang di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apakah 'Hustlers' memang serusak itu? Apakah film ini memang tidak punya moral? Seperti halnya film yang bagus, 'Hustlers' tidak bisa menjawab hal tersebut dengan gamblang. Ya, para stripper di film-film ini melakukan kejahatan.
Baca juga: Film yang Rilis Pekan Ini |
Mereka dengan santainya menggoda laki-laki kesepian di bar kemudian mencekoki mereka dengan narkoba dan menguras rekening dan kartu kredit mereka.
Tapi film ini lebih dari itu. Penulis dan sutradara Lorene Scafaria tahu bagaimana menceritakan kisah ini sehingga yang penonton dapatkan bukan sebuah skandal tapi juga sebuah kehidupan.
Sebuah potret yang nyata, yang menyedihkan, yang kadang terasa terlalu berlebihan dan mengada-ngada tapi semuanya tetap terasa otentik.
Dalam film ini kita melihat Destiny (Constance Wu), seorang anak imigran yang berjuang menjadi seorang stripper. Tidak ada laki-laki dalam kehidupannya kecuali bosnya, 'security' tempat dia bekerja dan tentu saja laki-laki yang rela menghamburkan uang demi waktu yang menyenangkan dengan perempuan-perempuan seperti Destiny.
Destiny sendiri sebenarnya sangat kesepian. Dia tidak mingle dengan teman-temannya atau bahkan customernya. Kemudian malam itu dia menyaksikan Ramona (Jennifer Lopez).
Seperti halnya penonton, Destiny tahu bahwa Ramona adalah seorang stripper yang hebat. Dia tahu bagaimana cara mendapatkan pelanggan, merogoh kocek mereka dan membuat para lelaki ini menginginkan lebih.
Ramona tidak sombong atau angkuh. Dia justru merangkul. Ketika Destiny mengaku bahwa dia tidak sesukses Ramona dalam menggaet pelanggan, Ramona langsung mengajarkan semua ilmunya. Dia mengajari Destiny bagaimana cara bergoyang, bagaimana cara membuat para lelaki ini ngiler dan bagaimana membuat mereka lupa bahwa ini semua hanya sementara.
Dari sana Ramona dan Destiny tidak terpisahkan. Kemudian financial crisis terjadi di Amerika pada tahun 2008 dan laki-laki kaya yang biasanya petentang-petenteng di kelab mereka sekarang pengangguran.
Destiny kemudian bertemu Ramona lagi dan mereka mempunyai rencana baru. Dan mereka terjebak lebih dalam ke dalam sebuah petualangan yang memabukkan.
Berdasarkan sebuah reportase dari New York Magazine, Hustlers tidak seperti film-film tentang stripper yang pernah Anda lihat sebelumnya. Satu-satunya alasan kenapa film ini mendapatkan sensor 6 menit dan mendapatkan klasifikasi untuk 21 tahun ke atas adalah karena film ini bercerita tentang stripper.
Tapi meskipun begitu apa yang ada dalam film ini agak berbeda dengan film-film sejenis, seperti Striptease atau bahkan Showgirls. Jawabannya mudah: karena penulis dan sutradara film ini adalah seorang perempuan.
'Hustlers' akan menjadi sebuah film yang sangat berbeda jika pembuat filmnya seorang laki-laki. Tapi karena film ini ditangani seorang perempuan, adegan-adegan yang kalau ditangani oleh laki-laki akan menjadi sangat male gaze terlihat lebih indah dan elegan di tangan Scafaria.
Kamera tidak lingering untuk menyoroti lekuk tubuh para aktor-aktornya seperti yang dilakukan oleh Michael Bay di setiap filmnya. Kamera hanya bergerak untuk menunjukkan betapa ahli para gadis-gadis ini menari.
Keuntungan mempunyai penulis dan sutradara perempuan adalah 'Hustlers' menjadi lebih dari sekadar kisah tentang gadis-gadis-rusak-yang-berbuat-jahat.
'Hustlers' lebih dari itu. Dalam film ini Scafaria dengan sangat hati-hati menggambarkan karakternya dengan kuat. Terutama dua karakter utamanya, Destiny dan Ramona.
Kita bisa melihat betapa kesepiannya Destiny ketika tidak ada Ramona di sampingnya. Dan kita juga melihat betapa Ramona, terlepas dari semua keliaran yang dia lakukan, adalah seorang perempuan yang sangat mengayomi. Kita bisa melihat persahabatan antara perempuan yang sangat hangat dalam film ini.
Para perempuan-perempuan ini, terlepas dari pekerjaan mereka, sangat bantu membantu. Dan ini sangat refreshing mengingat di dunia nyata banyak sekali perempuan yang saling menjatuhkan satu sama lain.
Mengejek 'Hustlers' sebagai film receh memang sangat gampang karena filmnya sangat gemerlapan. Scafaria tidak bisa menutupi ke-bling-bling-an film ini. Tapi bukan berarti 'Hustlers' adalah sebuah film yang kosong. Ini bisa jadi adalah versi receh dari 'Parasite' milik Bong Jong-ho karena kedua film ini sama-sama berbicara tentang hal yang sama: status sosial.
Destiny, Ramona dan perempuan-perempuan yang ada dalam film ini hanyalah perempuan-perempuan di kota besar yang mencoba bertahan hidup dengan memanfaatkan para lelaki-lelaki kaya.
Mereka struggle untuk bertahan hidup setiap harinya. Mirip sekali bukan dengan apa yang dilakukan Keluarga Kim ke Keluarga Park?
Semua pemain di film ini memberikan permainan yang apik. Constance Wu, Julia Stiles, Keke Palmer, Lili Reinhart dan tentu saja Jennifer Lopez sangat menawan dalam film ini.
Chemistry mereka terlihat jelas di layar. Cameo seperti Cardi B, Lizzo dan bahkan Usher (dalam sebuah momen paling epik) akan membuat Anda tertawa terbahak-bahak.
Dengan editing yang mantap dan juga soundtrack yang epik, 'Hustlers' adalah sebuah pengalaman sinematik yang tidak ingin Anda lewatkan. Dan ketika filmnya selesai, Anda ingin berteriak bersama Britney Spears, 'Gimme more'.
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(dar/dar)