'Glass': Penantian yang Mengecewakan

'Glass': Penantian yang Mengecewakan

Candra Aditya - detikHot
Sabtu, 19 Jan 2019 11:15 WIB
Foto: dok Universal Pictures
Jakarta - Ada masa di mana M Night Shyamalan diramalkan akan menjadi penguasa box office seperti Steven Spielberg atau bahkan J. J. Abrams. Bahkan sebelum Abrams beraksi dengan film-filmnya, Shyamalan sudah mengguncang dunia melalui The Sixth Sense, sebuah drama horor yang membuat semua orang mulai meneriakkan kalimat, "Hey, itu spoiler!"

Karier Shyamalan sungguh menarik. Setelah The Sixth Sense, ia melanjutkannya dengan Unbreakable. Seabuah film tentang pahlawan super yang dibalut dalam kemasan drama thriller. Unbreakable kerap kali disebut-sebut sebagai karya terbaik Shyamalan karena film ini unik. Ia salah satu yang pertama yang menganggap comic book storytelling sangat menarik. Dan ia juga salah satu yang pertama yang membuat film superhero tanpa terasa seperti film superhero. Bayangkan kalau Unbreakable rilis ketika kita mendapatkan tiga film Marvel setiap tahunnya. Bisa jadi Unbreakable akan dianggap sebagai oase seperti Logan.

Setelah Unbreakable, Shayamalan kemudian memilih film-film yang kualitasnya semakin menurun (Signs, The Village, Lady In The Wateri), pilihan-pilihan yang membingungan (The Happening, The Last Airbender, After Earth) sampai akhirnya ia kembali memperkenalkan diri kepada penonton film (The Visit dan Split). Akhir film Split yang menampilkan David Dunn (Bruce Willis) dari Unbreakable inilah yang membuat penonton langsung mengemis-ngemis sekuel. Dan sekuel itu datang tahun ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tonton reviewnya bareng Candra Aditya di sini!

[Gambas:Video 20detik]



David Dunn yang kita kenal dulu sekarang mempunyai toko. Kehidupannya normal. Hubungannya dengan si anak, Joseph (Spencer Treat Clark), berfungsi dengan terlalu baik. Joseph menjadi penjaga sementara David akan melakukan kegiatan superhero-nya di malam hari. Orang-orang tidak tahu siapa dia. Beberapa menganggapnya pahlawan, sisanya menganggap dia adalah kutu yang harus dibasmi.

Kemudian David mencari-cari 4 cheerleader yang hilang. Di sanalab dia akhirnya bertemu dengan Kevin (James McAvoy). David tentu saja kaget, terutama setelah melihat kekuatan besar yang sanggup Kevin keluarkan ketika dia menjadi The Beast. Pertempuran pun terjadi. Sampai akhirnya pihak yang berwajib datang dan mereka ditangkap.
Kini mereka berdua berada di sebuah fasilitas yang ditangani oleh Dr Ellie Staple (Sarah Paulson), seorang psychiatrist yang khusus menangani orang-orang yang merasa diri mereka adalah superhero. Dan seolah ini belum cukup, teman lama David yaitu Elijah (Samuel L. Jackson) muncul dan membuat reuni mereka menjadi sedikit lebih menggelegar.

Glass adalah sebuah film yang problematik. Penilainya bisa berbeda-beda dari setiap penonton. Dan ini bisa ditentukan dari mereka yang sudah menonton Unbreakable apa tidak.

Bagi penonton film lamanya, Glass bisa terasa sebagai sebuah sekuel yang mengecewakan. Sosok hero yang digambarkan Shyamalan dengan paripurna di Unbreakable terasa seperti mainan di Glass. Giginya tidak setajam dulu. Seperti biasa, Shyamalan mempunyai kemampuan yang apik dalam menyembunyikan informasi. Dia bisa membuat adegan flashback terasa lebih bombastis karena dia memberikan makna baru atau informasi baru di setiap adegan flashback. Kepekaannya terhadap detil inilah yang membuat paruh pertama Glass cukup asyik untuk disaksikan. Sampai akhirnya kita menyaksikan climax yang menggelikan di tempat parkir.

'Glass': Penantian yang MengecewakanFoto: dok Universal Pictures


Bagi penonton yang belum menonton Unbreakable dan sudah menonton Split, Glass mungkin menjadi film untuk si Kevin atau The Beast. Dan mereka tidak salah. Shyamalan memang menempatkan The Beast di tengah-tengah. Di antara David dan Elijah. Menyaksikan tiga orang duduk bersama dan diinterview oleh Dr. Ellie mungkin rasanya akan biasa saja. Tapi bagi penonton yang sudah menonton Unbreakable rasanya akan berbeda. Film tersebut menyisakan kesan yang mendalam sehingga ketika kita melihat David dan Elijah di frame yang sama, rasanya sungguh-sungguh melenakan.

Dalam Glass, Shyamalan masih menunjukkan hobinya untuk memberi penonton dengan twist. Hanya saja untuk film ini, twist tersebut terasa kurang istimewa. Dan dengan judul itu, Shyamalan seharusnya bisa memberikan spotlight yang lebih besar ke karakter Elijah. Tapi pada akhirnya, Elijah hanya terlihat seperti karakter yang tugasnya adalah memberikan audio commentary setiap kali karakter-karakter di sekitarnya melakukan sesuatu.

Bruce Willis, Samuel L. Jackson dan terutama James McAvoy masih bisa diandalkan untuk membuat film ini asyik untuk dinikmati. Paruh pertama film ini juga cukup menyenangkan untuk disaksikan. Tapi sebagai sebuah sekuel yang ditunggu-tunggu (atau pembuktian bahwa Shyamalan memang seorang maestro), Glass adalah sebuah penantian yang mengecewakan.

Candra Aditya, Filmmaker (kmb/ken)

Hide Ads