Kemudian muncul paman Dominika bernama Ivan (Mattias Schoenaerts). Ivan yang bekerja untuk mata-mata Rusia menawarkan sesuatu yang tidak bisa ditolak Dominika: atap di atas kepala dan biaya berobat serta pengasuh untuk ibunya. Berangkatlah Dominika ke sebuah tempat untuk dilatih menjadi Sparrow. Di sana ia dilatih untuk menggunakan kecerdasannya, kelihaiannya, kepandaiannya membaca orang dan tubuhnya untuk menjadi mata-mata.
Diadaptasi dari buku best-seller karya Jason Matthews, Red Sparrow adalah sebuah spy-thriller yang dikhususkan untuk penonton dewasa. Film ini memang menggunakan seksualitas sebagai salah satu bumbu utamanya namun kekerasan yang begitu graphic juga menjadi alasan kenapa Red Sparrow adalah sebuah tontonan yang dikhususkan kepada penonton yang sudah cukup umur.
![]() |
Skrip yang ditulis Justin Haythe cukup meyakinkan meskipun ia sebenernya bisa menyederhanakan plotnya. Haythe tidak menahan diri untuk mengajak penonton ke sebuah labirin yang gelap. Ia merangkul penonton untuk bersimpati dan mengamati karakter Dominika dengan baik-baik sehingga setiap langkah yang ia lakukan, penonton akan mengamini. Red Sparrow berusaha keras untuk menjadikan thriller ini sebagai tontonan yang berbeda. Dibandingkan dengan film mata-mata seperti Salt, Wanted atau Atomic Blonde yang dirilis tahun lalu, Red Sparrow jauh memiliki taring. Ia berbisa. Sayangnya, Haythe mengulur-ngulur waktu cukup lama sehingga kadang kekuatannya menjadi kasat mata. Banyak momen yang harusnya bisa dipersingkat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan visual megah dari Jo Willems, Francis Lawrence menggambar Red Sparrow dengan ketegangan tingkat tinggi. Bahkan ketika ia tidak sibuk menggambarkan aksi para mata-mata yang tidak punya kompas moral, Francis Lawrence mengimbuhkan suasana tidak nyaman hampir di setiap scene. Perhatikan sequence dimana Dominika belajar menjadi mata-mata. Dengan Charlotte Rampling sebagai kepala sekolah yang sadis, sequence tersebut berhasil membuat penonton bersimpati sepenuhnya terhadap karakter Dominika. Kita dibuat benar-benar shock dengan apa yang dilakukan oleh para mata-mata untuk bekerja.
Kemudian muncul berbagai adegan kekerasan yang tidak terduga. Adegan kekerasan yang ada di film ini bukan seperti yang ada di film-film Mission:Impossible yang kita tahu bahwa tokoh utamanya akan hidup. Dalam Red Sparrow, siapa saja bisa mati dan itu yang menjadikkannya begitu lezat. Bahkan dalam menggambarkan adegan seks, Francis Lawrence tidak semata-mata menunjukkan itu sebagai eye-candy. Adegan-adegan tersebut justru selalu berhubungan dengan langkah yang dilakukan Dominika selanjutnya.
Joel Edgerton dan Mattias Schoenaerts bermain apik sesuai dengan porsinya. Tapi Red Sparrow memang milik Jennifer Lawrence. Meskipun aksen Rusianya agak mengganggu, Lawrence menggenggam Red Sparrow dengan kencang. Ia tahu bagaimana tampil seksi, rapuh, kuat, berbahaya dan misterius. Ia mencengkeram setiap scene yang ada. Hasilnya adalah sebuah spy-thriller dewasa yang asyik untuk diikuti. Meskipun semuanya terasa dingin dan tanpa emosi.
(nu2/nu2)