'Darkest Hour': Kemenangan Paripurna Gary Oldman

'Darkest Hour': Kemenangan Paripurna Gary Oldman

Candra Aditya - detikHot
Jumat, 19 Jan 2018 09:15 WIB
Foto: Darkest Hour (imdb)
Jakarta -

Mei 1940, Hitler berusaha keras untuk menguasai dunia. Perdana menteri Inggris saat itu, Neville Chamberlain (Ronald Pickup), benar-benar kehilangan kepercayaan dari semua pihak.

Tidak ada cara lain untuk mempertahankan Inggris dari serangan Jerman yang mutlak selain memilih perdana menteri yang baru, yang kuat dan tahan banting. Dan rupanya hanya satu orang yang layak untuk menempati posisi itu dan dia adalah Winston Churchill (Gary Oldman).

Tapi Churchill bukanlah orang yang biasa. Makanan hariannya adalah daging, telur dan alkohol tanpa henti. Hobinya adalah memaki-maki bawahannya, termasuk asistennya yang baru, Elizabeth Layton (Lily James).

'Darkest Hour': Kemenangan Paripurna Gary OldmanFoto: Darkest Hour (imdb)


Sang raja, King George VI (Ben Mendelsohn), juga menyatakan keraguannya dengan pemilihan Churchill. Churchill tidak hanya keras kepala tetapi keberaniannya untuk mengorbankan banyak pemuda Inggris membuat banyak orang bergetar. Namun rupanya, kesembronoannya yang berhasil membuat Inggris tetap bertahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah berkabung karena 'Pan' berakhir menjadi sebuah karya yang cukup memalukan, Joe Wright akhirnya kembali ke sebuah genre yang ia kenal dengan baik. 'Pride and Prejudice' membuktikan bahwa Wright mempunyai bakat yang bagus untuk membuat melodrama yang memikat.

Hal tersebut kemudian dikonfirmasi dengan kehadiran 'Atonement' yang mendayu-dayu. 'The Soloist' memang tak berhasil memikat banyak orang namun tanda tangannya masih terlihat disana.

Wright sempat mencoba genre lain dengan 'Hanna', sebuah action thriller dengan Saoirse Ronan sebagai senjatanya. 'Hanna' cukup menarik dibandingkan dengan film sejenis namun penonton tahu bahwa Wright lebih nyaman bermain-main dengan melodrama yang hiperbola. Ia kembali lagi menunjukkan itu melalui adaptasi Anna Karenina.

'Pan' adalah titik terendah Wright sampai akhirnya ia mencoba menyutradarai salah satu episode antologi buatan Charlie Brooker, Black Mirror, melalui episode 'Nosedive'. Kini Wright kembali lagi dengan 'Darkest Hour'. Ditulis oleh Anthony McCarten, 'Darkest Hour' tidak menawarkan hal yang spesial secara plot. 'Darkest Hour' bekerja seperti sebuah biopik tradisional. Tidak ada yang dilebih-lebihkan disini.

'Darkest Hour': Kemenangan Paripurna Gary OldmanFoto: Darkest Hour (imdb)


McCarten tahu bahwa daya tarik 'Darkest Hour' adalah di sosok Churchill yang magnetik. Di sinilah ia memberikan berbagai macam dialog dan adegan yang tidak hanya kocak namun juga informatif untuk melengkapi identitas Churchill tidak hanya sebagai pemimpin namun juga sebagai kolega dan juga sebagai suami.

Tidak mengherankan jika McCarten menuliskan dialog-dialog panjang tanpa henti untuk Churchill karena di sanalah film ini bergerak dinamis. Dalam 'Darkest Hour', Wright mengajak Bruno Delbonnel untuk melukis Churchill.

Hasilnya adalah sekumpulan gambar monokromatik yang mengesankan. Minimnya warna dalam 'Darkest Hour' rupanya justru menambah nuansa klasik dalam film ini. Dan ketika warna itu muncul, kehadirannya menambah unsur dramatis.

'Darkest Hour': Kemenangan Paripurna Gary OldmanFoto: Darkest Hour (imdb)


Seperti adegan Churchill berbicara kepada rakyat Inggris melalui radio untuk pertama kalinya. Di adegan ini, Wright tahu bahwa sekuens ini adalah salah satu momen penting dalam karir Churchill sebagai perdana menteri. Dan Bruno Delbonnel melukisnya dengan warna merah darah yang mengikat.

Tapi tak bisa dipungkiri bahwa hidup dan matinya 'Darkest Hour' ada di tangan aktor yang memerankan Churchill. Gary Oldman adalah seorang bunglon yang mampu memerankan apa saja dengan sempurna.

Ia bisa berubah menjadi polisi Gotham yang baik hati, paman 'Harry Potter' yang rebel sampai seorang penjahat yang membuat Natalie Portman ketakutan dalam 'Leon'. Oldman adalah seorang aktor yang jangkauan aktingnya sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Sayangnya, ia belum pernah mendapatkan peran yang sebegitu luar biasanya menyanggupi kemampuan aktingnya yang diatas rata-rata. Sampai akhirnya 'Darkest Hour' hadir.

Gary Oldman sama sekali tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Ini adalah waktunya ia untuk bersinar. Untuk pertama kalinya dalam sejarah karir aktingnya, Oldman mendapatkan karakter yang membuatnya berada di tengah-tengah frame. Dengan bentuk fisik yang nyaru, Oldman berhasil menghidupkan karakter Churchill dengan gegap gempita.

Setiap kata-kata dari mulutnya, setiap teriakan, setiap tatapan kosong, setiap nafas dan langkah kakinya yang perlahan akan membuat Anda betah duduk di bioskop. Wright tahu benar ini dan dia menyediakan tempat khusus untuk Oldman menunjukkan betapa dia lebih dari sekadar layak untuk mendapatkan Oscar pertamanya tahun ini.

Seberapa kuat peran Oldman dalam film ini? Sosoknya bahkan semakin menghantui ketika menghilang di layar dan karakter-karakter lain membicarakannya. 'Darkest Hour' tidak akan berfungsi tanpa adanya Oldman.

Dengan scoring yang menghanyutkan dari Dario Marianelli, 'Darkest Hour' adalah tontonan wajib bagi Anda pecinta sejarah dan film biopik. Film ini juga double wajib bagi Anda yang ingin menyaksikan bagaimana sebuah penampilan seorang aktor membuat sebuah film tampak perkasa. Terlebih Oldman juga mulai disorot di parade musim penghargaan tahun ini. Kemenangannya di Golden Globe bisa jadi titik awal ia akan bersinar di Oscar mendatang.

(doc/doc)

Hide Ads