James Cameron kemudian merombak film sederhana tersebut menjadi blockbuster action dalam Aliens. Kesuksesannya menjadi-jadi. Sutradara terkenal David Fincher memulai debutnya dengan Alien 3 yang gagal total. Dan akhirnya seri ini terpuruk dengan hadirnya Alien Resurrection dan tentu saja mash-up Alien vs. Predator.
Fox kemudian mencari cara agar seri ini tetap abadi. Ditariklah Ridley Scott untuk membuat serial ini lagi. Alih-alih melanjutkan kisah Ripley, Scott malah membuat prolog franchise ini. Tahun 2012 dirilislah prekuel dari empat film yang rencananya akan dibuat. Prometheus menawarkan visual yang extraordinary dan barisan cast yang hanya Ridley Scott bisa mengumpulkannya. Meskipun Prometheus memberikan suntikan mitologi yang paten dan pertanyaan krusial tentang penciptaan manusia, film tersebut dirasa gagal untuk menawarkan thrill yang dicari dalam seri ini. Beruntunglah Alien: Covenant menjawab rasa haus itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awak kapal lain seperti Tennesse (Danny McBride), Lope (DemiΓ‘n Bichir), Karine (Carmen Ejogo), Faris (Amy Seimetz), Ricks (Jussie Smollets), Upworth (Callie Hernandez) dan beberapa awak lain langsung bersiap untuk memperbaiki kapal mereka. Dalam upaya perbaikan, Tennesse menerima sebuah sinyal misterius. Mereka pun segera menyelidiki asal muasal sinyal tersebut. Dan setelah diselidiki ternyata asal sinyal tersebut berasal dari sebuah planet yang dekat dengan kapal mereka.
Yang menarik dari planet tersebut adalah fakta bahwa planet tersebut bisa dihuni manusia. Planet tersebut memenuhi semua persyaratan untuk menjadi lokasi populasi manusia yang baru. Oram mengusulkan mereka untuk mengecek planet tersebut meskipun Daniels menolak. Dan mereka pun berangkat. Yang tidak mereka ketahui adalah horor menanti mereka di planet tersebut.
John Logan dan Dante Harper, penulis skrip Alien: Covenant, menghabiskan separuh film untuk memperkenalkan karakter dan memperkenalkan hubungan antara satu dan karakter lainnya. Separuh awal Alien: Covenant memang agak terasa lambat. Namun begitu Logan dan Harper mengeluarkan horor mereka, Alien: Covenant menjadi sebuah tontonan yang sungguh-sungguh menyenangkan.
Ridley Scott mengecat Alien: Covenant dengan warna-warna pucat sementara kamera Dariusz Wolski berjalan dengan mulus. Begitu alien muncul dan darah dimana mana, Anda akan tahu kenapa film ini menghantui Anda. Warna merah darah dengan background pucat menjadikan visual horor yang menakjubkan. Scoring Jed Kurzel juga menambahkan unsur mistis yang pas. Suasananya terasa retro namun tetap mencekam dan megah.
Yang menarik dari Alien: Covenant adalah fakta bahwa filmnya tidak pernah mundur dari mitologi pencarian Tuhan. Film ini malah "memperbaiki" apa yang ada di film sebelumnya. Meskipun hampir semua karakternya baru, Scott menemukan cara untuk menyambungkan Prometheus dan Alien: Covenant dengan mulus tanpa perlu mengkompromikan tema pencarian Sang Pencipta.
Alien: Covenant mungkin adalah film tentang manusia yang dicabik-cabik oleh alien, tapi ketakutan Anda akan muncul dari android bernama Walter dan David yang diperankan oleh Michael Fassbender. Fassbender tidak hanya membawa film ini dipundaknya dengan effortless namun dia juga berhasil menipu Anda dengan setiap gerak-geriknya. Sebagai karakter yang paling menonjol dalam Prometheus, Scott seperti tahu apa yang diinginkan penonton: dua Michael Fassbender yang motivasinya abu-abu. Walter dan David tidak hanya menjadi karakter yang paling tiga dimensional dalam film ini namun juga yang perjalanannya paling asyik untuk disimak.
Kritik yang paling jelas dalam Alien: Covenant adalah film ini terasa formulaic. Seperti film seri lainnya, Alien: Covenant terjebak dalam tuntutan untuk menyenangkan penonton. Selain pemeran utamanya, karakter-karakter lain tidak diberi karakterisasi yang cukupan untuk membuat kepergian mereka menjadi menyedihkan. Alien: Covenant terasa seperti Final Destination dimana penonton disuguhi berbagai macam cara orang-orang mati karena alien. Tapi tentu saja, kadang, menyaksikan beberapa orang mati dengan tragis di layar lebar bisa menjadi hiburan yang menyenangkan. Dan teriakan Katherine Waterston di planet asing serta senyum David terlalu sayang untuk dilewatkan. (Candra Aditya/nu2)