βRoomβ bukanlah film yang depresif meskipun dari paragraf di atas Anda bisa membayangkan betapa βkejamβ film ini. Justru sebaliknya, film ini mengajak kita untuk menyelami indahnya dunia, betapa besarnya makna bersyukur melalui mata bocah umur lima tahun yang tidak pernah melihat βdunia yang sebenarnyaβ. Ketika Jack akhirnya tersadar dunia tidak sebesar ruangan sesak itu, Anda dijamin akan mulai berkaca-kaca menatap layar bioskop.
Diangkat dari novel laris berjudul sama, film ini mendapatkan perlakuan yang unik seperti βGone Girlβ yang dirilis beberapa tahun sebelumnya. Film ini diadaptasi oleh penulis bukunya sendiri, Emma Donoghue yang tahu benar apa perbedaan medium novel dan audio visual dalam film. Donoghue menerjemahkan dengan baik bagaimana cara kerja otak Jack menangkap dunia yang dia pikir adalah segala-galanya. Narasi yang diucapkan Jack sepanjang film cukup menjelaskan betapa keras usaha si ibu untuk menjaga anaknya tetap waras tanpa perlu terasa bertele-tele.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lenny Abrahamson sebelum ini merilis βFrankβ dengan Michael Fassbender sebagai pemimpinnya. Abrahamson tahu bagaimana menampilkan jiwa-jiwa rapuh di layar kaca. Di film sebelumnya, penonton diajak untuk memahami sebenarnya kenapa Frank menutupi kepalanya. Di film ini tidak hanya kita melihat betapa kejam efek psikologi yang diberikan si penculik kepada korban tapi juga dibekali pesan yang begitu indah bahwa ibu akan melakukan segalanya demi anaknya.
Dengan skrip yang paten, Abrahamson kemudian melanjutkannya dengan penyutradaraan yang asyik. βRoomβ tidak pernah kehilangan momen. Sang sutradara berhasil menuntun penonton dari perasaan kasihan ke perasaan bahagia di akhir film tanpa perlu bersentimentil ala sinetron. Abrahamson bisa melakukannya dengan mudah karena dibekali dengan para pemain yang luar biasa berbakat.
Veteran Joan Allen sebagai Ibu si Ma memang memberikan penampilan yang oke. Tapi Brie Larson dan Jacob Tremblay-lah yang menjadikan βRoomβ sebagai drama yang kuat. Mereka berdua berinteraksi seperti orangtua dan anak βbeneranβ. Tidak hanya memiliki kemiripan fisik namun mereka juga saling mengisi satu sama lain. Film sejenis βRoomβ adalah salah satu tantangan bagi pembuat film karena mereka harus menemukan aktor cilik yang sanggup memainkan peran yang bahkan bagi aktor dewasa adalah pekerjaan rumah yang berat.
Jacob Tremblay dalam film pertamanya ini berhasil melakukannya dengan begitu bagus. Anda bisa melihat masa depannya yang bagus sebagai aktor. Chemistry-nya dengan Brie Larson tidak hanya mengharukan namun benar-benar menginspirasi.
Sementara itu semua sorotan memang ada di pihak Brie Larson. Setelah malang melintang dengan peran-peran yang cukup menarik seperti remaja ababil dalam serial βThe United States of Taraβ, salah satu mantan Michael Cera dalam βScott Pilgrim Vs. The Worldβ, menjadi cem-ceman Jonah Hill dalam proyek remake β21 Jump Streetβ, adik Amy Schumer yang waras dalam βTrainwreck', Larson akhirnya mendapatkan ganjaran yang layakmelalui perannya dalam βRoomβ.
Kalau saja dunia ini adil, Larson harusnya sudah mendapatkan sorotan itu semenjak dia menjadi pemimpin dalam drama menawan βShort Term 12β yang dirilis beberapa tahun lalu. Tapi, βRoomβ memang menunjukkan keperkasaannya. Anda bisa melihat semuanya di wajahnya. Amarah, keputusasaan, depresi, dengki, tak berdaya sampai bahagia yang meluap-luap di matanya. Bahkan ketika Larson tidak mengucapkan apapun, semua emosi itu seperti bisa tertransfer dengan mudah.
Film ini mungkin akan dikenang sebagai film yang membuat Brie Larson mendapatkan Oscar pertamanya. Tapi film ini menawarkan lebih dari itu. Premisnya mungkin terdengar menyeramkan. Tapi, percayalah, jika Anda memang pasrah masuk ke dalamnya, βRoomβ akan mengajarkan betapa kita adalah orang-orang yang beruntung, dan bahwa hidup itu sebenarnya sangatlah indah.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.
(mmu/mmu)











































