'Black Mass': Kisah (Nyata) Kriminal yang Mencekam

'Black Mass': Kisah (Nyata) Kriminal yang Mencekam

Candra Aditya - detikHot
Rabu, 23 Sep 2015 12:05 WIB
Jakarta - Setelah tenggelam dalam peran-peran yang eksentrik, Johnny Depp kembali menggebrak layar perak sebagai Johnny “Whitey” Bulger dalam drama kriminal ‘Black Mass’ arahan Scott Cooper. Selama dua jam Anda akan melihat Depp tertawa, menatap kosong orang-orang yang ada di sekitarnya, mengejar orang yang dianggapnya bermasalah dengan senapan di tangannya, dan dengan santai menyuruh anak buahnya mengubur semua korbannya.

‘Black Mass’ diadaptasi oleh Jez Butterworth dan Mark Mallouk dari buku berjudul sama karangan Dick Lehr dan Gerard O'Neill. Kisahnya dimulai pada 1975 ketika Bulger “masih” dianggap kriminal kroco. Datanglah teman masa kecilnya, Connolly (Joel Edgerton), yang sekarang menjadi agen FBI. Bosnya (Kevin Bacon) menyuruh Connolly untuk menangkap Bulger. Connolly mempunyai ide untuk memanfaatkan Bulger sebagai informan agar FBI bisa menangkap kriminal yang lebih besar.

Bulger bukan sembarang kriminal. Dia tahu cara memainkan semua kartu yang ada di tangannya. Datangnya Connolly untuk menjadikannya informan membuatnya menjadi satu-satunya orang yang berkuasa di daerah Boston Selatan. Satu per satu musuhnya menghilang, kekuasaan Bulger semakin melebar. Dan begitu Bulger sudah mencapai puncaknya, tidak ada yang bisa menandinginya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai drama kriminal, ‘Black Mass’ mengandalkan atmosfer untuk memaksa penonton menyaksikan kekejaman Bulger dan cara kerjanya yang tak kenal kasih. Scott Cooper memanfaatkan benar mise-en-scene yang benar-benar membuat kita merasa tinggal di Boston tahun 70-an kemudian ditambah dengan musik dari Junkie XL yang benar-benar menghantui. Setiap momen yang ada, bahkan sebelum Bulger melakukan serangan, akan membuat Anda siap siaga dengan apapun yang terburuk.

Meskipun dibandingkan dengan beberapa drama kriminal yang tayang akhir-akhir ini ‘Black Mass’ tampil prima, kenyataannya film ini kurang memaksimalkan potensinya. Sebagai kisah tentang tokoh kriminal legendaris, ‘Black Mass’ masih terlalu bersabar untuk menuntun penonton menyelami kisah hidup si preman menakutkan tersebut. Temponya yang cukup lambat akan membuat banyak penonton kurang sabar menikmati kisah nyata ini. Secara keseluruhan, film ini memang tidak buruk. Tapi editing yang lebih rapi akan menghasilkan momentum yang lebih.

Untungnya di tangan Scott Cooper yang mengantarkan Jeff Bridges meraih Oscar pada 2010, ‘Black Mass’ diwarnai dengan penampilan-penampilan yang menawan. Film ini tidak akan menjadi semenyeramkan itu tanpa Johnny Depp yang benar-benar menghentak sebagai Whitey Bulger. Memang, dia memakai make-up seperti peran-perannya yang nyentrik. Namun Anda bisa melihat kengerian sosok Bulger dan kebengisannya dari tatapan matanya yang dingin, raut mukanya yang tak terbaca dan tawanya yang terdengar seperti sangkakala. Whitey Bulger adalah peran Johnny Depp yang paling menawan dan ikonik setelah dia menggila sebagai Jack Sparrow.

Sementara itu, Joel Edgerton sanggup menyita perhatian kita sebagai Connolly yang licik. Konfrontasinya yang gagal dengan Corey Stoll menunjukkan betapa berbakatnya aktor ini. Benedict Cumberbatch meskipun perannya kurang begitu dieksplor cukup memberikan gambar yang pas tentang kehidupan rumah Bulger. Dakota Johnson sebagai istri Bulger juga cukup menyumbang sosok rapuhnya dalam menghadapi mafia ganas tersebut.

‘Black Mass’ adalah sebuah drama kriminal yang patut Anda saksikan jika Anda rindu dengan kisah nyata kriminal yang mencekam. Dan bagi Anda yang kangen dengan kemampuan maksimal Depp di layar kaca, inilah jawabannya.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.

(mmu/mmu)

Hide Ads