'PK' bercerita soal seorang astronot dari planet lain yang tersesat ketika menginjakkan kakinya di Bumi. Gara-garanya, satu-satunya alat komunikasi yang bisa ia pergunakan untuk menghubungi rekan sejawatnya di pesawat UFO hilang dicuri orang. Tak memahami apa-apa tentang planet Bumi serta seisi penghuninya, ia lalu secara perlahan "mempelajari" tentang (ke)manusia(an). Kebingungan tak tahu di mana mencari gadget alat komunikasinya tersebut, ia kemudian diberitahu bahwa satu-satunya yang dapat menolongnya adalah Tuhan. Namun, Tuhan yang mana? Seiring waktu, upayanya untuk menemukan sang Tuhan selapis demi selapis justru malah menelanjangi manusia, yang beragama dan beradab itu.
Menonton film ini ibarat membaca buku kumpulan ceramah yang diberikan oleh Osho, guru spiritual kontemporer asal India, persis halaman per halaman yang diterjemahkan langsung ke bahasa film. Walau nama Osho tak disebut sekali pun, tak juga tercantum dalam kredit film, namun ideologinya tentang ketuhanan, agama, kemanusiaan, dan cinta amat kentara menjadi napas penggerak film ini. Anda yang pernah membaca satu dari sekian banyak bukunya pasti mengenali betul bahwa banyak dialog di film ini plek-plekan sama persis dengan apa yang diajarkan olehnya. Misalnya, percakapan yang terjadi antara Peekay dan penjual patung Dewa Shiwa, "Jadi, Dewa ini Anda sendiri yang buat lalu Anda puja?" tanyanya kebingungan kepada si penjual patung. "Anda bilang Anda diciptakan oleh Dewa tapi Anda juga menciptakan Dewa?" sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbicara soal agama, film ini memang tak seberani Osho dalam mengkritisi ajaran dan para penganutnya. Bila tak disajikan dalam balutan komedi, film ini jelas dapat memicu sentimen dan menyinggung penonton. Padahal bila diresapi benar-benar tanpa prasangka, dan tanpa ditangkis duluan oleh tameng keyakinan masing-masing penonton, apa yang ditawarkan oleh film ini bisa jadi sebuah "turbulensi" yang menggoyahkan lalu menyadarkan kita dari mimpi yang selama ini melenakan kita.
Bagi mayoritas penonton Indonesia, film ini memang tak terlalu menyinggung sentimen keyakinan kita. Namun, bagi warga India, tak sedikit yang melayangkan protes sebab dewa-dewa yang mereka puja "dilecehkan" begitu saja lewat film ini. Tapi, Anda tak usah khawatir, bila Anda dapat mengesampingkan semua yang saya sampaikan tadi, Anda sepenuhnya bakal tertawa lepas menikmati segala lelucon di film ini, ditambah twist yang tak terduga di pengujung film, penampilan gemilang dari aktor-aktrisnya, juga sederet lagu yang asik di telinga. 'PK' memang sebuah tontonan yang teramat sayang untuk dilewatkan.
Dan, bicara soal lelucon, dalam bukunya yang berjudul 'From Ignorance to Innocence Volume 1' Osho berujar bahwa untuk mampu tertawa seseorang butuh sedikit kecerdasan. Lebih lanjut ia berkata bahwa orang Inggris tertawa dua kali ketika mendengarkan sebuah lelucon. Pertama, karena ia sekedar bersikap baik terhadap kawannya yang melucu itu, sekedar menunjukkan etika, berperilaku baik, dan kedua, saat tengah malam ketika ia baru benar-benar mengerti leluconnya. Orang Jerman tertawa sekali saja, sekedar (pura-pura) untuk menunjukkan bahwa ia langsung mengerti leluconnya. Orang Yahudi tak tertawa sama sekali; dia hanya bilang, "Sedari awal kau telah salah menceritakan leluconmu itu..."
Nah, film ini adalah lelucon itu. Namun, perkara apakah Anda termasuk orang Inggris, orang Jerman, atau orang Yahudi, silakan diuji dengan menontonnya.
Shandy Gasella pengamat perfilman Asia
(mmu/mmu)