'The Rover': Menggambar Masa Depan yang Suram

'The Rover': Menggambar Masa Depan yang Suram

- detikHot
Kamis, 04 Des 2014 13:00 WIB
The Rover: Menggambar Masa Depan yang Suram
Jakarta - Sebelum dikenal sebagai vampir hopeless-romantic ber-glitter bernama Edward Cullen, Robert Pattinson pernah digadang-gadang jadi salah satu aktor muda yang bersinar. Dia sempat menemani Daniel Radcliffe dalam seri keempat 'Harry Potter'. Dan, dia pernah mencoba menjadi seorang remaja galau dalam 'Remember Me' yang sayangnya tidak dilirik banyak orang. Kini, bebas dari belenggu dunia rekaan Stephenie Meyer, R-Patz menunjukkan kemampuan akting yang sebenarnya lewat 'The Rover' sebagai Rey, cowok cacat mental yang ditelantarkan sang kakak di tengah keterpurukan dunia.

Lawan Robert Pattinson adalah Guy Pearce yang dengan seluruh tenaganya meyakinkan penonton bahwa dia adalah seseorang yang mempunyai rahasia yang kelam sebagai Eric. Meskipun apapun yang dilakukannya menjurus ke tendensi sosiopath, Eric ternyata masih mempunyai sisa-sisa rasa perikemanusiaan meskipun keadaan tidak mendukung.

Keduanya bertemu ketika mobil Eric dicuri oleh kakak Rey, Henry (Scott McNairy). Eric ngotot untuk mengambil mobilnya apapun yang terjadi. Di tengah jalan, dia bertemu dengan Rey yang terluka parah dan sekarat. Eric membawanya dan mengobatinya hanya agar Rey memberitahu ke mana Henry pergi. Dan, perjalanan seorang sosiopath dengan seorang cowok cacat mental ini menjadi gambaran suram apa yang akan terjadi jika manusia kehilangan rasa kemanusiaan mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah 'Animal Kingdom' yang meraih banyak sekali pujian –termasuk nominasi Oscar bagi Jacki Weaver– David Michod lewat film ini kembali menunjukkan kemampuannya membius penonton. Mengambil setting di masa depan ketika ekonomi dunia ambruk, Michod menggambarkan dunia, yang diwakilkan oleh Australia, dengan begitu suram. Semua tumbuhan tertutupi debu, tanah terlihat begitu kering dan auranya serba putus asa. Natasha Braier, sang sinematografer, sengaja membuat gambar 'The Rover' dengan saturasi yang direndahkan sehingga semuanya terlihat seperti orang sekarat.

Sementara itu, komposer Anthony Partos mengiringi dengan musik-musik yang seakan-akan seperti suara sangkakala kiamat. Kalau tidak mendayu-dayu, auranya dingin. Di bagian akhir film yang dramatis, gubahan musik Anthony Partos seperti deja vu dengan musik Trent Reznor dan Atticus Ross dalam 'The Girl With The Dragon Tattoo' versi David Fincher. Dan, ini kontras sekali dengan gambar filmnya yang begitu layu.

Dengan teknis yang memadai, Michod menggiring penonton dengan plotnya yang sederhana namun efektif. Teknisnya sesederhana seperti orang menata bata. Perlahan dia mengatur pondasi, kemudian emosi, sampai akhirnya kita tahu motivasi sebenarnya mengapa Eric terlihat begitu ngotot mencari keberadaan mobilnya. Hubungan antara Rey dan Eric juga berkembang dengan tempo yang sesuai dengan plot film.

Ini mungkin jenis film yang kerap dinilai dengan ungkapan "bukan untuk semua orang". Faktanya, 'The Rover' memang tidak memiliki gimmick efek visual yang luar biasa seperti 'The Hunger Games' atau 'Elysium', yang juga sama-sama mengambil setting di masa depan yang suram. Film ini juga tidak begitu peduli untuk menawarkan plot yang action-packed. Dan, nuansa filmnya yang depresif jelas tidak akan memancing banyak orang untuk segera menontonnya. Tapi, jika Anda sudah akrab dengan kerja Michod dan Anda ingin melihat bagaimana aksi Robert Pattinson yang lumayan dahsyat, 'The Rover' jelas sayang untuk dilewatkan.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.

(mmu/mmu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads